Dari Ketidakpastian Tiket hingga Jalan Kebun: Aspirasi untuk Sukawana
Gambar : Seorang wanita sedang bekerja memetik daun
teh.
Sumber : Faishal Hauzan Muthie
BPPM Pasoendan - Hamparan hijau kebun teh membentang sejauh mata memandang, menyatu dengan aroma segar dedaunan yang terbawa angin pegunungan. Jalanan yang semula mulus perlahan berganti dengan jalur berbatu khas perkebunan, menciptakan sensasi petualangan di tengah lanskap alam yang tenang. Sukawana, sebuah daerah yang kaya potensi wisata di Kabupaten Bandung Barat, dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
Berdasarkan tren dan data dari berbagai penelitian pariwisata, Sukawana mampu memenuhi kebutuhan para wisatawan seperti ketenangan dan relaksasi, aksesibilitas aktivitas outdoor, hingga pengalaman fotografi. Akan tetapi, di balik lanskap menawan perkebunan teh Sukawana yang memeluk hamparan hijau perbukitan, terdapat kisah unik tentang kehangatan masyarakat lokal dan tantangan yang menyertai eksplorasi wisata di sana. Sukawana bukan hanya tentang panorama alam, melainkan juga cerita soal administrasi tiket yang tidak konsisten dan akses jalan yang penuh liku.
Narasi ini menelisik lebih jauh fenomena tersebut melalui pengalaman langsung para narasumber yang telah lama bersinggungan dengan daerah ini. Hal ini sejalan seperti yang di ungkapkan Arij Ramadhan, seorang pengunjung yang juga pengurus organisasi sekolah, tiket masuk diberlakukan secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan yang jelas.
Ia mengaku bingung ketika suatu hari masuk gratis, namun di lain waktu harus membayar. "Kadang-kadang pengunjung harus membayar tiket, tapi di hari lain tidak. Hal ini membingungkan dan membuat pengunjung bertanya-tanya soal kejelasan aturan." Inkonsistensi seperti ini menciptakan kesan buruk dan dapat mengurangi daya tarik kawasan bagi wisatawan. Selain itu "Secara keseluruhan, jalannya cukup baik di awal, tetapi ketika menuju area atas, kondisinya mulai sulit. Jalannya berbatu dan kurang nyaman, terutama bagi kendaraan roda dua," ujar Arij Ramadhan.
Adapaun masalah lain yang sering disoroti adalah kondisi jalan menuju Sukawana. Warung Ibu Onah, salah satu tempat perhentian favorit wisatawan, menjadi saksi dari berbagai karakteristik pengunjung yang datang. Ceu Dona, pengelola warung ini, menuturkan, bahwa akses utama ke desa tersebut melewati beberapa wilayah administratif yang berbeda, sehingga tanggung jawab untuk memperbaiki jalan menjadi terfragmentasi.
Jalan-jalan yang berada di bawah pengelolaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan sering dilalui wisatawan menuju warung atau area perkebunan, misalnya, tidak dirancang untuk kenyamanan. "Namanya juga jalan kebun, tentu tidak mulus," ujarnya. "Akses jalan yang bagus biasanya milik perusahaan swasta yang menyewa lahan dari PT Perkebunan Nusantara. Sementara itu, jalan menuju warung masih terabaikan karena statusnya sebagai jalan kebun." Pernyataan ini menggambarkan betapa kompleksnya persoalan administrasi pengelolaan kawasan wisata, yang seharusnya menjadi perhatian pihak terkait.
Penting untuk mencatat bahwa aspirasi masyarakat dan pengunjung bukan hanya soal infrastruktur. Mereka juga mengharapkan keterlibatan lebih lanjut dari pemerintah maupun sektor swasta dalam menciptakan pengelolaan yang berkelanjutan. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan perkebunan teh terlibat dalam proses produksi dan distribusi hasil alam, terutama teh premium yang diekspor hingga ke Taiwan dan Inggris.
Namun, seperti yang diungkapkan Ceu Dona, sistem pengelolaan ini lebih banyak didominasi oleh perusahaan swasta dan BUMN, sehingga akses masyarakat lokal terhadap rantai distribusi terbatas. Untuk tetap berkontribusi, masyarakat mengandalkan cara kreatif, seperti membeli produk jadi dari e-commerce untuk kemudian dijual kembali di warung mereka, "Warung kami membeli bahan dari e-commerce karena distribusi lokal tidak tersedia," jelas Ceu Dona. Hal ini menunjukkan adanya potensi besar yang belum sepenuhnya teroptimalkan
Selain itu, melalui pemberdayaan masyarakat Sukawana juga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi edukasi. Kegiatan seperti belajar tentang pengolahan teh, memahami ekosistem perkebunan, atau mendalami sejarah tempat tersebut menarik bagi wisatawan yang ingin mendapatkan pengetahuan baru selama perjalanan mereka.
Akan tetapi, terlepas dari berbagai kendala, Sukawana tetap menawarkan daya tarik luar biasa. "Meskipun aksesnya sulit, pemandangan yang ditawarkan sungguh menakjubkan, terutama saat pagi hari," tambah Arij. Keindahan alam ini menyiratkan potensi Sukawana sebagai destinasi ekowisata yang menjanjikan, Sukawana mencerminkan peluang sekaligus tantangan dalam pengembangan pariwisata di kawasan pedesaan. perbaikan infrastruktur dan tata kelola wisata dapat membawa Sukawana melangkah lebih jauh. Sebagai tempat yang menawarkan keindahan dan kehangatan, Sukawana hanya butuh sedikit sentuhan profesionalisme untuk benar-benar menjadi permata di jantung Parongpong.
Dengan dukungan pemerintah daerah dan perusahaan terkait, Sukawana dapat bertransformasi menjadi destinasi wisata unggulan yang tidak hanya indah, tetapi juga ramah lingkungan dan inklusif bagi semua pihak. Mari berharap, keluh kesah yang disampaikan tidak hanya berakhir sebagai cerita, tetapi menjadi langkah awal menuju perubahan yang lebih baik.
Penulis : Faishal Hauzan Muthie
Penyunting : Erron Dwi Putra Katuwu
Beri Komentar