Mengenang Hari Lahir W.S. Rendra
Engkau
telah menjadi racun bagi darahku
Apabila
aku kangen dan sepi
Itulah
berarti
Aku tungku tanpa api.
Penggalan puisi di atas merupakan bagian puisi dari karya Willibrordus Surendra Broto atau lebih dikenal dengan nama W.S. Rendra yang berjudul “Kangen”. W.S. Rendra atau yang di juluki Si Burung Merak, merupakan seorang penyair, budayawan, dramawan, yang lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935. Rendra merupakan seorang sastrawan dan budayawan masyhur karena kontribusinya di dunia puisi dan teater Indonesia.
Kiprahnya di dunia puisi ia mulai ketika mempublikasi tulisan-tulisannya di majalah siasat pada tahun 1952. Karya-karya Rendra lahir bukan hanya dalam bentuk puisi cinta saja, tetapi lebih luas, ia menulis puisi dengan tema humanisme, religi, serta tema protes dan perlawanan.
Karya puisinya seperti sebatang lisong, sajak pertemuan mahasiswa, sajak rajawali, menjadi simbol perlawanan terhadap rezim orde baru, karena sajaknya berisi tentang ketidakadilan sosial, kebebasan, dan kemanusiaan. Sajaknya menjadi inspirasi perlawanan bagi gerakan sosial masyarakat pada pemerintahan kala itu.
Kumpulan-kumpulan puisi Rendra di antaranya yaitu, Balada Orang-Orang Tercinta (1957), 4 Kumpulan Sajak (1961), Blues untuk Bonie (1971), Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972), Nyanyian Orang Urakan (1985), Potret Pembangunan dalam Puisi (1983), Disebabkan oleh Angin (1993), Orang-Orang Rangkas Bitung (1993).
Rendra tak hanya berkesenian dalam menulis puisi saja, ia juga seorang dramawan yang memiliki minat mendalam untuk mengembangkan dunia teater di Indonesia. Ia sempat mengenyam ilmu di American Academy of Dramatic Arts, New York, Amerika Serikat. Pengalamannya disana memperkaya pengetahuan Rendra mengenai drama dan seni teater, yang kemudian ia terapkan dalam kiprahnya di dunia teater Indonesia.
Pada tahun 1967, Rendra kembali ke Indonesia dan mendirikan kelompok teater di Yogyakarta yaitu Bengkel Teater. Bengkel Teater dikenal karena pendeketannya yang unik terhadap seni pertunjukan, dengan menitikberatkan pada pengembangan ekspresi, pemahaman mendalam akan karakter, dan kritik sosial.
Rendra menghembuskan napas terakhirnya pada kamis, tanggal 6 Agustus 2009 di rumah sakit Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat pada usia 73 tahun.
Meskipun telah tiada, Rendra mewariskan hal yang besar bagi dunia sastra dan seni di Indonesia. Melalui karya-karyanya, Rendra menginspirasi generasi muda untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan dengan menggunakan seni sebagai medium perlawanan.
Penulis : Muhammad Jihadil Akbar
Penyunting : Erron Dwi Putra Katuwu
Beri Komentar