LAMPU LALU LINTAS JALAN PRABU DIMUNTUR MENJADI PANGGUNG PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL
Gambar: Massa Aliansi Buruh Bandung Raya (ABBR) berkumpul di lampu lalu lintas Jalan Prabu Dimuntur (1/5/2023). Sumber: Benta. |
BPPM Pasoendan – “Lawan, lawan, lawan dan hancurkan! Rakyat
Bersatu tak bisa dikalahkan! Hidup buruh! Hidup buruh!” teriak puluhan massa
yang berjalan dari Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, menuju Jalan Prabu
Dimuntur untuk merayakan peringatan Hari Buruh Internasional, pada hari Senin
(1/5/2023) kemarin.
Lampu lalu lintas jalan Prabu Dimuntur menjadi
panggung orasi bagi massa Aliansi Buruh Bandung Raya (ABBR) dalam peringatan
Hari Buruh Internasional itu. Aliansi tersebut melibatkan Federasi Serikan Buruh
Militan (F-SEBUMI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Lembaga Bantuan
Hukum Jawa barat (LBH Bandung), Local Initative For Occupational Helath And
Safety Network (LION Indonesia), serta Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM
Indonesia (PBHI) Jawa Barat.
Aspirasi-aspirasi yang disuarakan oleh massa aksi dalam
orasi peringatan Hari Buruh Internasional tersebut menyinggung beberapa hal
seperti, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transimigrasi (Permenaker) Nomor 5
Tahun 2023 dan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Nomor 11 Tahun 2020. UU
Ciptaker tersebut merupakan hambatan buat para buruh untuk bisa meraih hidup
sejahtera.
“Jangan pernah bermimpi bahwa kita akan hidup
sejahtera, ini dampak Ciptaker,” ujar salah satu massa ABBR saat orasi, yang disaksikan
puluhan mata pengendara yang berhenti di lampu lalu lintas Jalan Prabu Dimuntur.
Selanjutnya, ABBR menilai bahwa Permenaker Nomer
5 tahun 2023 tersebut hanya menguntungkan bagi pengusaha-pengusaha untuk
menyelamatkan bisnisnya, dan menjadikan buruh sebagai korban. Pasalnya, dalam aturan
tersebut, terdapat pemotongan upah buruh sebesar 25%.
“Teranyar adalah Permenaker 5/2023 yang melegalkan
pemotongan upah sebesar 25%. Sang Menteri Ida Fauziyah berkelit bahwa keputusan
ini diambil untuk menyiasati penurunan ekspor akibat resesi. Nyatanya, niat Ida
tidak semulia itu, aturan itu dibuat atas permintaan para asosiasi pengusaha
untuk menyelamatkan kerajaan bisnisnya dan menjadi buruh sebagai tumbal krisis
ekonomi,” dalam keterangan pernyataan sikap tertulis ABBR yang diterima BPPM
Pasoendan.
Lampu lalu lintas Jalan Prabu Dimuntur yang dijadikan
panggung orasi oleh massa ABBR untuk perayaan peringatan Hari Buruh Internasional
tersebut, memiliki maksud supaya masalah-masalah buruh di Kota Bandung bisa
mendapatkan kesadaran dan perhatian lebih dari masyarakat Kota Bandung.
“Tujuannya adalah untuk raising awareness ya,
untuk warga Kota Bandung pada khususnya gitu, untuk memang memperlihatkan
kembali bahwa ada Aliansi Buruh Bandung Raya yang terdiri dari berbagai macam
organisasi, menyuarakan hak-hak buruh, menyuarakan pelanggaraan-pelanggaran
yang terjadi kepada kelas buruh,” ucap Humas Aliansi Buruh Bandung Raya, Riefqi
Zulfikar kepada wartawan (1/5/2023).
Menurut Riefqi, kategori buruh bukanlah kelas pekerja pabrik
saja. Melainkan, selama pekerjaan yang dijalakan masih menerima bayaran dari
atasan, itu adalah buruh. Maka dari itu, mengingat banyaknya kelas pekerja di Kota
Bandung, pria yang akrab disapa Ijul ini, ingin mengajak masyarakat Kota Bandung
untuk lebih memikirkan dan turut memperjuangkan hak-hak buruh.
“Ya harapan kami sih, dengan adanya aksi ini, kemudian
bisa mengajak warga-warga kelas pekerja, ya maksudnya kita mengajak teman-teman
elemen masyarakat secara luas, untuk sama-sama memikirkan dan memperjuangkan
hak-hak buruh gitu. Buruh itu tidak hanya orang yang bekerja di pabrik, tapi
orang yang, selama dia menerima upah dan ada perintah dari atasannya itu buruh,” tandasnya.
Buruh Dirumahkan Selama 3 Tahun
Ketua umum Federasi Serikat Buruh Militan (F-SEBUMI)
Aminah, bercerita mengenai status beberapa buruh yang sudah dirumahkan oleh
perusahaan selama 3 tahun. Kemudian, buruh-buruh yang dirumahkan tersebut tidak
mendapatkan pesangon dan tidak memiliki kejelasan status. Artinya buruh-buruh
yang dirumahkan tersebut tidak mengetahui statusnya masih pekerja atau tidak.
Padahal, saat melakukan mediasi dengan para buruh, Dinas
Ketenagakerjaan sudah menganjurkan bahwasanya buruh-buruh yang dirumahkan
tersebut harus mendapatkan hak-hak mereka. Sayangnya, hingga kini perusahaan
tekstil tempat buruh-buruh itu bekerja, tidak menunjukan itikad baik.
“Sudah 3 tahun dirumahkan, tidak di bayar upahnya,
statusnya juga tidak jelas, padahal kami sudah mediasi ke Disnaker kita menang.
Bahwa harus di bayar, kita memang hak-haknya harus dibayar upah dan
kekurangannya. Tetapi tidak ada sama sekali itikad baik dari perusahaan,” Kata Aminah
kepada BPPM Pasoendan (1/5/2023).
Aksi peringatan Hari Buruh Internasional tersebut
diakhiri dengan nyanyian internationale oleh seluruh massa ABBR. Lalu,
ditutup dengan pembacaan sikap ABBR, yang selanjutnya aksi berakhir secara
tertib dan massa aksi kembali menuju Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
Beri Komentar