Header Ads

RATUSAN MASSA AKSI RAYAKAN INTERNATIONAL WOMEN'S DAY

 

Gambar: Massa aksi sedang menyampaikan aspirasinya saat International Women's Day di depan Gedung Sate. 
Sumber gambar: Arya Rizaldi

BPPM Pasoendan – Peringatan International Women’s Day (IWD) dirayakan ratusan massa aksi pada hari Rabu (8/3/2023/). Masyarakat dari berbagai generasi hadir dalam peringatan IWD tersebut. Mulai dari generasi Z sampai generasi Baby Boomers turut menyampaikan aspirasi mereka dalam peringatan IWD yang dilaksanakan di depan Gedung Sate itu. Aksi peringatan IWD tersebut digagas oleh Komite Simpul Puan.

Menurut salah satu anggota Simpul Puan, Amoi mengutarakan semangat yang dibawa massa aksi dalam memperingati IWD kali ini yaitu semangat perempuan kelas pekerja. Alasannya karena mengingat bahwa sejarah pergerakan International Women’s Day bermula dari gerakan-gerakan perempuan kelas pekerja.

“Kenapa kami mengusung semangat kelas pekerja, dan gerakan perempuan yang inklusif, itu karena kalo misalkan yang kami pelajari, kami baca, itu tuh sejarah gerakan International Women’s Days itu sendiri itu dipelopori oleh perempuan kelas pekerja,” ucap Amoi kepada wartawan.

Selain semangat perempuan kelas pekerja yang dijadikan sebagai bahan bakar energi dalam peringatan IWD ini, Amoi juga mengungkapakan ada bentuk semangat lain yang ditularkan massa aksi dalam peringatan IWD yang berlokasi di depan kantor Gubernur Jawa Barat itu. Semangat itu adalah aspirasi untuk membuat gerakan perempuan menjadi inklusif.

Artinya aspirasi-aspirasi yang sudah diutarakan oleh massa aksi di dalam peringatan IWD saat itu, tidak hanya berisikan isu-isu perihal perempuan saja. Namun, aspirasi-aspirasi yang disampaikan dalam hari peringatan IWD itu juga, menjadi wadah bagi kelompok-kelompok masyarakat yang merasa terpinggirkan untuk menyampaikan keresahan serta aspirasi mereka.

“Gerakan perempuan sekarang ini juga, kami sangat mendukung untuk menjadi inklusif, inklusif dalam artian gerakan perempuan tuh gak hanya untuk perempuan, dan hanya dari perempuan. Tapi gerakan tersebut melibatkan juga sesama kelompok yang posisinya sama-sama terpinggirkan, sama-sama termajinalkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Amoi menjadikan komunitas queer (sebutan untuk kaum yang bukan heteroseksual) sebagai salah satu contoh kelompok-kelompok yang terpinggirkan tersebut. Amoi menilai kelompok-kelompok queer yang cenderung diabaikan dan tidak diakui, dapat menjadikan IWD sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi mereka.

“Bahwa sebenarnya ada temen-temen queer, temen-temen transpuan, yang mereka itu ada dan mereka punya masalah yang sama juga, dan itu harus diangkat juga, Jadi semangat aksi IWD kali ini itu juga membangun gerakan yang inklusif, gitu.” lanjutnya.

Kaum queer menurut Amoi dapat menjadi kekuatan bagi gerakan-gerakan yang memperjuangkan perempuan di masa depan, serta dapat memberikan perlawanan lebih perihal pandangan norma-norma sosial yang cenderung hitam-putih.

“Itu penting menjadi inklusif karena pernyertaan perspektif komunitas queer juga itu akan menguatkan analisis gerakan perempuan di masa depan gitu. Khususnya dalam menantang, mempertanyakan kembali soal norma-norma hetero yang sangat dikotomis gitu,” katanya.


Hak Cuti Haid dan Melahirkan untuk Perempuan

Beragamnya spanduk yang dibawa oleh masa aksi sebagai bentuk aspirasi mereka, salah satunya adalah spanduk yang dibentangkan oleh massa aksi SEBUMI (Serikat Buruh Militan), yang bertuliskan ‘Kesetaraan dan Kesejahteraan Bagi Kaum Perempuan’ dengan wajah Marsinah yang terletak di bawah tulisan spanduk aspirasi tersebut.

Salah satu anggota SEBUMI, Meti menyampaikan perihal kesejahteraan serta hak-hak perempuan yang cenderung tidak didapatkan dalam ranah pekerjaan, khususnya dalam wilayah buruh.

Hak-hak perempuan yang kerap tidak diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan adalah seperti hak cuti menstruasi atau hak cuti haid. Menurut Meti perusahaan atau korporasi yang memiliki tenaga kerja perempuan harus bisa memberikan cuti haid. Sayangnya, Meti meneruskan, sedikitnya dari mayoritas perusahaan yang memberikan hak cuti haid tersebut.

“Karena sampai hari ini banyak buruh-buruh yang belum mendapatkan hak-hak yang harusnya didapatkan seperti, hak melahirkan, hak cuti haid gitu ya. Itu kan cuti haid itu harus didapatkan oleh setiap buruh perempuan, tapi kebanyakan setiap perusahaan tidak menjalankannya,” kata Meti kepada BPPM Pasoendan.

Sebenarnya memberikan cuti haid kepada tenaga kerja perempuan sempat diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sayangnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 itu kini sudah tidak berlaku, karena sudah digantikan oleh Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang penuh kontroversi. 

Cuti haid yang menjadi hak bagi tenaga kerja perempuan, khususnya buruh perempuan, cenderung sulit didapatkan. Selain itu buruh perempuan yang sedang hamil, tidak diberikan cuti oleh perusahaan. Alih-alih memberikan cuti melahirkan justru buruh perempuan kerap diberhentikan dari pekerjaannya.

“Seharusnya yang melahirkan itu mendapatkan hak perlindungan dan mendapatkan upah yang layak, upah yang seharusnya didapatkan. Hari ini banyak buruh perempuan yang hamil sampai melahirkan tidak mendapatkan hak dan selalu dikeluarkan, dikeluarkan di tempat kerjanya,” pungkas Meti.


Transpuan turut peringati International Women’s Day

Peringatan International Women’s Day tersebut juga turut dihadiri oleh kalangan transpuan. Salah satunya adalah Abel, seorang transpuan yang juga menjadi bagian dari kelompok Srikandi Pasundan, Skrikandi Pasundan adalah organisasi transpuan yang ada di Jawa Barat, yang beridiri sejak 9 November 2004.

Abel menilai perayaan IWD tahun ini cukup meriah, karena transpuan-transpuan dapat membawa dan mengutarakan aspirasi-aspirasi mereka melalui IWD.

“IWD hari ini seru, berkesan karena bukan hanya isu kita saja tapi, banyak isu yang memang kita aspirasikan,” ucap Abel kepada BPPM Pasoendan.

Aspirasi yang disampaikan oleh transpuan yang turut menghadiri peringatan IWD itu adalah perihal lapangan pekerjaan dan stigma masyarakat umum terhadap kaum transpuan. Menurut Abel, dalam kondisi sosial transpuan cenderung dilekatkan dengan pekerjaan-pekerjaan kecantikan semata.

Padahal, ada juga transpuan-transpuan yang memiliki kemampuan serta keterampilan di luar kecantikan. Sayangnya, lapangan-lapangan pekerjaan di luar kecantikan tersebut seolah-olah tidak terbuka bagi kaum transpuan karena status gender mereka.

“Selama ini yang masyarakat tahu teman-teman trans itu hanya bekerja di ruang lingkup kecantikan, entah itu salon, entah itu dia seorang make up. Padahal banyak temen-temen trans yang memang potensinya bukan hanya di kecantikan, tapi karena ekspresi gender kita seperti ini kita jadi terbatasi untuk ruang lapangan pekerjaan,” katanya.

Kemudian, Abel mengatakan stigma-stigma negatif mengenai transpuan juga cenderung dipertahankan oleh kondisi sosial. Abel merasa stigma-stigma tersebut hingga kapan pun akan terus di alami oleh kaum transpuan.

“Kalo stigma dan diskriminasi, berbicara hari ini, sampai hari ini, besok atau kapan pun itu mungkin masih akan di alami oleh temen-temen trans. Karena maksudnya masih banyak pandangan-pandangan masyarakat yang menganggap trans itu sesuatu hal yang negatif,” katanya.  

Ia melanjutkan stigma-stigma tersebut kerap diberikan oleh masyarakat, stigma negatif tersebut tidak harus diberikan kepada transpuan, karena transpuan juga manusia sama seperti manusia lainnya.

“Padahal enggak gitu loh, kita hanya ya memang kita, hanya ekspresi kita saja yang berbeda, tetapi kita, kitakan masih juga manusia gitu loh,” lanjutnya.

Terakhir Abel berharap, masyarakat umum dapat memandang dan memperlakukan kaum transpuan sama seperti manusia lainnya.

“Untuk orang awam sih lebih kayak, jangan pandang kekurangan kami, tapi pandanglah kami sebagai manusia,” tandasnya.

Sebagai informasi, terdapat poster dan spanduk aspirasi-aspirasi lainnya yang juga disampaikan dalam IWD, diantaranya seperti tuntutan untuk segera mengesahkan RUU  PPRT (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), tuntuntan untuk mencabut Perppu Cipta Kerja, tuntutan untuk mengehentikan penggusuran paksa, dan penolakan terhadap segala wacana Undang-Undang Anti-LGBT.


Benta


Tidak ada komentar