FISIP SUDAH SERING MEMBAHAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NOMOR 30 TAHUN 2021
Gambar: Ilustrasi Permendikbudristek PPKS Sumber: LPM Opini Online |
BPPM Pasoendan – Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 sudah mulai berlaku sejak tanggal 3 September tahun 2021 lalu, yang mengatur tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan sudah sering membahas peraturan Menteri tersebut.
Wakil Dekan I FISIP Universitas Pasundan, Kunkurat mengaku bahwasanya pembahasan mengenai Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 itu sudah sering dibicarakan oleh pihak FISIP Universitas Pasundan.
“Sering, baik di topik-topik pengabdian masyarakat, kalau di penelitian enggak ya, kalau di pengabdian masyarakat itu, apa di antaranya materi, apa sosialisasi kepada masyarakat itu adalah tentang bagaimana anti kekerasan dan anti kejahatan seksual,” ujar Kunkurat saat diwawancara BPPM Pasoendan.
Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 itu bertujuan untuk mencegah segala bentuk tindakan kekerasan seksual yang terjadi dalam wilayah perguruan tinggi. Bentuk pencegahan tindakan kekerasan seksual yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi meliputi pembelajaran, penguatan tata kelola, serta penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, serta tenaga pendidik. Hal tersebut sebagaimana tertulis pada pasal 6 ayat (1) Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021.
Selaku Wadek I Bidang Akademik FISIP, Kunkunrat menjelaskan sikapnya dalam upaya menerapkan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 di ruang lingkup FISIP, yaitu dengan basis Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam hal pembelajaran sebagaimana tercantum pada pasal 6 ayat (1), Kunkurat mengatakan, upaya yang dilakukan adalah melalui pengajaran di mata kuliah.
“Pertama pendidikan pengajaran kita, dengan mata kuliah agama dan mata kuliah psikologi sosial, sosiologi dan psikologi sosial. Itu dosen, memberikan edukasi lah tentang, bagaimana kejahatan sosial di antaranya adalah, kekerasan kemudian pelecehan seksual,” katanya.
Selain bentuk pencegahan terkait tindakan kekerasan seksual seperti apa yang sudah tercantum pada pasal 6 ayat (1). Permendikbusristek Nomor 30 tahun 2021 juga mengharuskan Perguruan Tinggi melakukan penangan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Bentuk penanganan yang dimaksud tertulis pada pasal 10 Permendikbutristek Nomor 30 tahun 2021, yang meliputi pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, serta pemulihan korban.
Kemudian mengenai perihal pendampingan, dijelaskan lebih lanjut pada pasal 11 ayat (2), bentuk pendampingan yang dimaksud adalah berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, serta bimbingan sosial dan rohani. Namun saat ini Kunkurat mengatakan bahwa FISIP belum memiliki layanan pengaduan atau bimbingan konseling kekerasan seksual dalam bentuk formal.
“Selama ini, apa kalo yang formalistik pengaduan ke bimbingan konseling
tidak ada, cuma pernah ada kasus yang laki-laki mengintip mahasiswi di sana
(toilet), nah itu langsung kita konsultasi, kita pertemukan dengan orang tuanya
kemudian bersepakat untuk tidak diproses oleh proses verbal hukum umum jadi
masih kekeluargaan tapi selesai,” tuturnya.
Kasus Pelecehan Seksual Pernah Terjadi di FISIP
Beberapa waktu lalu, seorang mahasiswi FISIP menjadi korban pelecehan seksual di toilet FISIP. Pelaku mengintip korban saat sedang berada di Toilet. Kasus tersebut sebagaimana diceritakan oleh Wakil Dekan III FISIP Universitas Pasundan Sumardhani.
“Di penghujung akhir tahun, ada kasus yang ditangani oleh Fisip dan Fakultas Hukum. Ceritanya, waktu itu ada kejadian yang mungkin anda juga pernah dengar, ada seorang wanita dari FISIP yang masuk di kamar mandi namun ada orang yang datang, istilahnya ngintip ya tapi rasanya bukan tindak kekerasan mungkin yah perbuatan yang apa, ya perbuatan yang tidak senonoh mungkin yah,” tutur Sumardhani saat diwawancarai oleh BPPM Pasoendan.
Menurut Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021, Tindakan mengintip tersebut termasuk tindakan kekerasan seksual. Hal ini sebagaimana tercantum di Pasal 5 ayat (2) yang menjelaskan bahwa pelaku yang mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi merupakan tindak kekerasan seksual.
Sumardhani menambahkan bahwasannya pelaku merupakan mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Pelaku diketahui setelah tertangkap kamera pengawas.
“Saat itu dia si wanitanya dari FISIP itu sedang di kamar mandi, saat di kamar mandi ada orang yang mencoba mendokumentasi saat dia (korban) liat ketauan, lari (pelaku), saat itu lari dicari di CCTV. Singkat cerita ditemukan orangnya dari Fakultas Hukum,” tambahnya.
Selanjutnya, dengan terjadinya kasus tersebut Sumardhani menuturkan bahwasannya FISIP tidak hanya melakukan perbincangan mengenai pencegahan pelecehan seksual, bahkan FISIP segera melakukan tindakan agar kasus serupa tidak terulang kembali dengan melakukan pemisahan Toilet perempuan dan laki-laki yang pada mulanya berada dalam satu koridor.
“Ada WC laki-laki ada WC perempuan, sekarang kan tidak boleh, jadi laki-laki saja perempuannya di bawah. Untuk menghindari kejadian serupa terulang kembali karena di satu ruangan pun beda kamar, potensi untuk melakukan hal itu (kekerasan seksual) terutama dari kaum lelaki potensinya ada kalau ruangannya masih bersatu dalam koridor yang sama,” lanjutnya.
Selanjutnya, Sumardhani menuturkan bahwa FISIP belum mendapat laporan terkait tindak kekerasan seksual seperti apa yang dimaksud Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021. Meskipun begitu, Sumardhani menjelaskan jika terdapat kekerasan seksual kepada mahasiswa baik laki-laki atau perempuan pasti akan ada penanganan khusus.
“Kalau laporan mengenai tindak kekerasan sesuai Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 kalau ga salah ya belum ada kejadian yang menyangkut mahasiswa di FISIP, baik tindak kekerasan kepada wanita khususnya, dan laki-laki. Kalau ada tindak kekerasan kepada mahasiswa baik laki-laki atau perempuan pasti ada penanganan khusus,” ucapnya.
Meskipun Sumardhani menilai kejadian yang menimpa mahasiswi FISIP itu merupakan perbuatan tidak senonoh dan mencederai moral, yang tidak termasuk kategori kekerasan seksual sesuai dengan apa yang dimaksud pada Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021. Namun, Sumardhani tetap telah melakukan penanganan terhadap kasus tersebut.
“Walaupun kejadian yang di maksud dengan Permendikbud itu di FISIP selama
ini bapa belum menangani kasus itu, kalau yang mirip dari artian penanganan
kampus terkait dengan perbuatan yang mencederai moral nah itu sudah,” tutup
Sumardhani.
Penulis: Tania & Benta
Beri Komentar