Tragedi Trisakti 1998
Tragedi Trisakti adalah sebuah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
Empat orang mahasiswa tersebut tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada. Peristiwa penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti ini juga digambarkan dengan detail dan akurat oleh seorang penulis sastra dan jurnalis, Anggie Dwi Widowati dalam karyanya berjudul Langit Merah Jakarta.
Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang dipengaruhi oleh adanya krisis finansial Asia sepanjang tahun 1997 sampai 1999. Pemerintahan Presiden Soeharto juga dinilai otoriter dan tidak menerima kritikan.
Selain itu, kekuasaan kehakiman berada dibawah kontrol dan campur tangan Presiden Soeharto. Hal inilah yang melatar belakangi krisis yang banyak terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru inilah yang menimbulkan krisis kepercayaan sehingga membuat para mahasiswa dan masyarakat melakukan demonstrasi besar-besaran di bulan Mei 1998.
Kronologi Rentan Waktu Kejadian
10.30 -10.45
Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan. Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.
10.45-11.00
Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
11.00-12.25
Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.
12.25-12.30
Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
12.30-12.40
Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.
12.40-12.50
Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.
12.50-13.00
Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Wali Kota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan.
13.00-13.20
Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakalpolres Jakarta Barat). Sementara negosiasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju.
Di lain pihak massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.
13.20-13.30
Tim negosiasi kembali dan menjelaskan hasil negosiasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Di lain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.
13.30-14.00
Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Walikota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
14.00-16.45
Negosiasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.
16.45-16.55
Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negosiasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tetapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur.
16.55-17.00
Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib.
Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar.
17.00-17.05
Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut.
Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang.
Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.
17.05-18.30
Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Trisakti.
Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan.
Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan.
Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
18.30-19.00
Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju RS.
19.00-19.30
Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi.
19.30-20.00
Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol. Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.
20.00-23.25
Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi.
01.30
Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoedin di Mapolda Metro Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W. Soeharto.
Pelaku Penembakan
Penembakan yang terjadi terhadap mahasiswa diketahui tidak hanya dilakukan oleh aparat keamanan yang berada di hadapan para demonstran. Dalam berbagai dokumentasi televisi, juga terlihat adanya tembakan yang berasal dari atas fly over Grogol dan jembatan penyebrangan. Aparat keamanan tidak hanya menembaki mereka dengan peluru karet, tetapi juga menggunakan peluru tajam.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ditemukan serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh salah satu korban mahasiswa Universitas Trisakti, Hery Hertanto. Hasil otopsi Tim Pencari Fakta ABRI juga mengungkapkan hasil yang sama. Namun, Kapolri yang menjabat saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam. Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.
Persidangan terhadap enam terdakwa beberapa tahun kemudian juga tidak dapat menjawab siapa yang menjadi pelaku di balik peristiwa nahas tersebut. Misteri penembakan ini masih terus menyelimuti sejarah kelam 12 Mei 1998. Akan tetapi, empat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 in dikenang sebagai Pahlawan Reformasi oleh pihak kampus. Nama empat mahasiswa itu diabadikan menjadi nama jalan di Kampus Usakti, Nagrak, dan Bogor.
Pelanggaran HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.Undang-Undang Dasar 1945 sebagai norma hukum tertinggi telah memuat pasal-pasal yang menjamin perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan HAM.
Salah satu hak asasi manusia yang telah dilanggar dalam Tragedi Trisakti ini adalah sebuah bentuk dari kebebasan untuk menyampaikan pendapat kepada pemerintah yang diaman pendapat diberikan oleh rakyat.
Hak terhadap menyampaikan pendapat tersebut adalah salah satu bukti dari kebebasan yang dimiliki oleh segenap warga negara dan juga adalah salah satu bentuk dari adanya sistem demokrasi yang berdiri di Indonesia dan menjadi sebuah bentuk dari pelaksaanaan sistem demokrasi Pancasila yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian dengan adanya Tragedi Trisakti tersebut memberikan sebuah catatan sejarah buruk terhadap demokrasi yang ada di Indonesia, khususnya tentang hak asasi manusia dalam pelaksanaan demokrasi pancasila. Tetapi, disaat dimana terjadinya peristiwa tersebut, sebenarnya pihak dari Komnas HAM telah akan melakukan penyelidikan terhadap masalah kasus hak asasi manusia yang terjadi di Universitas Trisakti dan dari pihak Komnas HAM juga telah melakukan sebuah sikap untuk menentukan, bahwa apa yang terjadi pada tradegi Trisakti ini adalah bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia yang besar. Dan bahkan tragedi ini telah menimbulkan banyak korban.
Pelanggaran hak asasi manusia memang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, masih banyak ditemukan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28A yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Dalam pasal 28A tersebut jelas diterangkan bahwa pasal tersebut menjamin hak seseorang untuk hidup.
Tetapi, dalam kasus Tragedi Trisakti 1998, para anggota polisi dan militer/TNI yang terlibat dalam kasus itu telah merenggut hak hidup mahasiswa Universitas Trisakti dengan cara menginjak, memukuli dan menembak mahasiswa secara brutal. Kasus tersebut mengakibatkan beberapa kejadian yang juga menjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Sumber:
https://humas.trisakti.ac.id/museum/sejarah-reformasi-12mei/
Teks: Wida Ningsih
Redaktur: Kamiliya Nabilah
Beri Komentar