Selesaikan Persoalan Bangsa, Bukan Fokus Tiga Periode
Situasi massa aksi saat menyampaikan tuntutannya di depan Gedung Sate, Bandung pada Senin, 11 April 2022. Sumber: Arya.
Lengkong Besar, BPPM Pasoendan- Dalam tatanan negara demokratis tentu mengharuskan adanya keseimbangan antara kekuasaan dan rakyat. Karena tidak dapat dipungkiri kekuasaan berpotensi memberikan pengaturan dan pengawasan yang kuat, bahkan menimbulkan terjadinya otoritarianisme. Sehingga perlu adanya kesadaran bersama dari masyarakat untuk meninjau dan mengawasi keberlangsungan kerja pemerintah secara langsung.
Hal tersebut yang memicu aliansi gerakan mahasiswa Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa secara serentak bergerak menyuarakan tentang penolakan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi selama tiga periode pada Senin, 11 April 2022 di depan Gedung Sate Bandung.
Padahal dalam amanah konstitusi amandemen 1 pasal 7 UUD 1945 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 167 Ayat (1) berbunyi “Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali."
Oleh karena itu jelas dalam konstitusi dan aturan hukum yang sudah ada menjelaskan, Presiden dilarang terpilih kembali dan/atau lebih dari 10 tahun. Kendati demikian, memang dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 431 dan 432 diterangkan bahwa jika di sebagian atau seluruh wilayah Indonesia terjadi kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan atau gangguan lainnya. Dimana mengakibatkan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan secara keseluruhan. Maka dapat dilakukan pemilu lanjutan atau susulan.
“Namun kondisi demikian tidak memenuhi, adapun soal kondisi ekonomi yang kacau itu juga dibuat oleh pemerintah sendiri agar dapat menjadi prasyarat diatas,” kata Aliansi Mahasiswa Jabar Menggugat (AMJM) dalam keterangan tertulis, Senin (11/04).
Dengan demikian, merujuk pendapat AMJM, adanya rencana penundaan pemilu hanya merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan segelintir pihak yang berkuasa, dalam sektor politik maupun ekonomi. Terlebih jika penundaan pemilu ini ditindak lanjuti pembahasannya di lembaga legislatif, maka sistem pemerintahan Indonesia telah menunjukkan ditunggangi oleh para elit kekuasaan.
Kemudian, persoalan lainnya yang dihadapi masyarakat Indonesia yakni naiknya harga BBM dan pajak PPN 11% mempengaruhi melonjaknya harga berbagai bahan pokok, seperti minyak goreng, serta jenis barang dan jasa lainnya. Alhasil mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi ditengah situasi pandemi yang masih merebak. Selain itu reforma agraria yang seringkali digaungkan oleh pemerintah menjadi suatu hal yang perlu disorot pula, karena implementasinya di lapangan menambah ancaman terhadap pemenuhan hak asasi manusia dan hak atas lingkungan hidup.
Juru bicara AMJM Agung Andrian menyampaikan bahwa aksi demonstrasi mahasiswa kali ini merupakan suatu semangat bersama untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan yang digulirkan sebelumnya. Tanpa menitikberatkan latar belakang asal dari institusi pendidikan, karena pada dasarnya elemen mahasiswa yang hadir saat ini bersatu dalam menanggapi kondisi bangsa. Lebih tepatnya mereka sudah bebal dengan sikap pemerintah yang cenderung terlalu fokus pada urusan politik ketimbang mengurusi persoalan ekonomi masyarakat.
Selain itu ia juga mengkhawatirkan jika nantinya gerakan ini tidak berjalan berkelanjutan hingga tuntutan yang dilayangkan dipenuhi. Akan menimbulkan hasil yang sama layaknya pada saat protes terhadap Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
“Dulu juga Jokowi tentang masalah Omnibus Law akan ditunda, tapi akhirnya ketika mahasiswa yang lain tidak melakukan gerakan, akhirnya diketok juga peraturan tersebut,” ujarnya. Hal tersebut berdampak pada ketidak percayaan publik akan pernyataan Jokowi yang bersinggungan dengan implementasinya di lapangan.
Lebih lanjut perwakilan dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bandung, Ariel Anggrawan Ortega juga menambahkan, jika pada kenyataannya pemerintah daerah juga berperan penting dalam merespon persoalan yang terjadi saat ini.
Maka sudah seharusnya sebagai perwakilan kekuasaan masyarakat Jawa Barat Ridwan Kamil dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Jabar memberikan pernyataan tidak hanya secara verbal, namun juga tertulis.
Bahwa mereka bersama dengan masyarakat Jabar menolak rencana perpanjangan periode kekuasaan Jokowi serta mendesak kepada pemerintah pusat agar fokus mengurusi persoalan bangsa.
“Kontestasi politik itu bukan menutupi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat,” tuturnya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan perekonomian bangsa sebagai basis masa depan bangsa, terlebih untuk memperbaiki pembangunan perekonomian pasca-covid. Dengan itu akan menciptakan ketentraman dan kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan.
Keduanya sepakat apabila pemerintah pusat abai terhadap tuntutan dari mahasiswa dan masyarakat, maka mereka akan membangun kekuatan yang lebih besar dengan mengadakan aksi di waktu mendatang.
“Jika tersisa satu orang pun untuk menyuarakan kebenaran, maka kita akan lakukan, jadi kita akan melakukannya sampai titik darah penghabisan,” tutup Andrian.
Reporter: Kamiliya Nabilah
Penulis: Sherani Soraya Putri
Redaktur: Zulfadly Tawainella
Beri Komentar