Warga Anyer Dalam Akan Terus Berjuang di Pengadilan
Suasana sebelum mulainya persidangan yang terdiri dari penggugat adalah warga anyer dalam dan pihak tergugat dari PT. KAI dan PT. WIKA di Pengadilan Negeri Bandung, Jl. Riau. Selasa (08/02). Sumber: Sherani.
Lengkong Besar, BPPM Pasoendan - Pasca penggusuran lahan warga Anyer Dalam yang dilakukan oleh PT. KAI dan PT. WIKA untuk pembangunan Laswi City Heritage pada Kamis (18/11/2021). Dengan membawa kurang lebih 300 orang, terdiri dari Polsuska, Kepolisian, dan Satpol PP yang ditugaskan mengeksekusi rumah warga di tengah proses pengadilan gugatan terhadap PT. KAI dan PT. WIKA. Kondisi saat ini warga masih melanjutkan proses hukum tersebut di Pengadilan Negeri Bandung.
Taridta Febriana bersama Nova selaku kuasa hukum warga Anyer Dalam mengatakan ada beberapa bukti yang diajukan dalam gelar persidangan di hari Selasa (08/02).
"Bukti yang kita ajukan itu memang ditolak karena harus ada yang diperbaiki, misalnya ada perbedaan persepsi antara dari kita dengan hakim juga," ujarnya.
Kuasa hukum warga Anyer Dalam menyangka jika perlindungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya cukup dengan satu materai saja. Namun hakim berpandangan lain, karena berdasarkan pada keadaan PBB yang sudah di bayar dan belum, maka data tersebut harus dipisahkan. Kemudian diantara bukti yang diberikan warga di persidangan adalah PBB, surat domisili dan penguasaan fisik terhadap tanah.
"Sekarang kita juga lagi mengusahakan surat keterangan penguasaan fisik. Karena warga disana sudah menguasai secara fisik lama sekali, sudah puluhan tahun juga hanya saja sampai sekarang masih terganjal," tegasnya.
Adanya sikap pihak kelurahan yang tidak mau mengeluarkan surat tersebut, jika diberitahu takutnya nanti akan digugat pihak PT. KAI. Taridta heran dengan pandangan lurah yang demikian, karena masih tidak paham, apabila digugat, pertanyaannya adalah dari sisi mana PT. KAI akan menggugat pihak kelurahan. Namun, tetap saja lurah tidak memberikan landasan yang konkrit.
"Alasan dia hanya itu saja, dia takut seperti itu saja," tambahnya.
Dindin selaku koordinator dan juru bicara warga Anyer Dalam menjelaskan pada Minggu (06/02), surat bukti kepemilikan fisik telah selesai dibuat oleh pihak kelurahan dengan melewati proses yang panjang. Kelurahan juga diminta membuat satu surat terlebih dahulu, namun mereka membuat untuk semua warga. Selain itu, setelah di cek kembali oleh Dindin bersama Taridta, ternyata terdapat keterangan yang keliru di dalamnya.
"Jadi keterangan awalnya tertera menurut pengakuan yang bersangkutan, tidak begitu, seharusnya berdasarkan data dari kelurahan. Karena kalau seperti itu bukan keterangan tapi pernyataan sehingga berlaku lemah di mata hukum," tuturnya.
Dindin mengharapkan kepada pihak kelurahan memproses secepat mungkin revisi surat tersebut. Tapi terus saja Lurah beralasan sedang sakit, akhirnya warga harus terus menunggu. Padahal ini urusan warganya sendiri.
"Seharusnya beliau sebagai bapaknya warga, lebih peka dan lebih bijaksana. Hampir tiga bulan berjalan, mana? mereka hadir ke warga kami, itu yang sangat menyakitkan buat warga," tambahnya.
Ketika warga terus dipersulit untuk mempertahankan tanahnya, bukan tidak mungkin menurut Dindin warga berasumsi jika terdapat sesuatu yang terjadi dibalik pilihan sikap kelurahan yang demikian.
"Kalau penguasaan fisik itu minimal harus dua puluh tahun, itu artinya, warga ini diberikan prioritas untuk mengajukan bukti kepemilikan bukan berarti tiba-tiba langsung memiliki," terang Taridta.
Sekarang warga belum masuk pada pembuktian dari pihak PT. KAI, karena itu pihak kuasa hukum masih menerka-nerka bukti lanjutan dari mereka. Namun yang jelas pihak PT. KAI tetap terpaku dengan sertifikat milik mereka di tahun 1988. Sedangkan realitanya secara fisik, batas waktu tanah yang diterlantarkan itu 18 tahun karena itu sertifikat PT. KAI sudah tidak berlaku. Taridta tidak paham atas dasar apa, PT. KAI tetap bersikukuh dengan kepemilikan lahan warga yang mengacu pada sertifikat tersebut.
Sejalan dengan itu, proses persidangan akan dilaksanakan kembali pada Selasa (15/02/2022), dengan agenda pengajuan bukti tambahan dari pihak warga. Setelah itu, Selasa (22/02/2022) giliran pihak tergugat yaitu PT. KAI untuk memberikan bukti-bukti yang dimiliki oleh mereka. Apabila sebelum waktu persidangan selanjutnya kelurahan belum memberikan surat fisiknya, maka warga akan mengadakan aksi kembali jangan sampai mereka membiarkan begitu saja tanpa di proses lebih lanjut.
"Kalau dibilang warga sakit hati, sangat sakit hati sekali. Sekarang warga sudah tidak ada rumahnya, kasihan lah, seharusnya itu jadi tanggung jawab mereka. Makanya saya selalu bilang, besar kecil itu adalah warga Bapak sendiri," ungkap Dindin kepada lurah.
Taridta menyampaikan bahwa tim kuasa hukum warga optimis dengan hasil kedepannya, karena memang penggusuran yang seperti ini sudah terdapat peraturannya. Oleh karena itu, tentu saja PT. KAI dan PT. WIKA harus memberikan ganti rugi yang layak dan adil bagi warga. Apalagi mereka telah menyalahi aturan yang ada, karena telah melakukan penggusuran hanya berdasarkan pada UU Direksa mereka yang seharusnya bisa di implementasikan di internal PT. KAI.
"Sedangkan aturan kesini, prosesnya adakenapa tidak dipakai?. Itu yang kita perjuangkan. Yang penting, karena kan sekarang warga sudah tak memiliki tempat tinggal, jadi perjuangannya hanya menuntut ganti rugi saja," pandangannya.
Kemudian pada Rabu (09/02), warga melanjutkan kembali aksi pada pukul 11.00 - 12.20 WIB kepada pihak kelurahan, dengan menuntut segera mengeluarkan bukti surat keterangan fisik, yang seharusnya mereka terima dari waktu sebelumnya.
Setelah dihubungi melalui pesan singkat Dindin menyampaikan pihak kelurahan telah memberikan surat domisili tersebut sesuai dengan yang diharapkan warga. "Alhamdulillah sudah sesuai soalnya tadi di dampingi sama Pak Tarid," tutupnya.
Dengan demikian adanya surat tersebut dapat menjadi tambahan bukti yang kuat bagi warga di persidangan selanjutnya.
Penulis : Sherani
Editor : Dhila
Beri Komentar