Header Ads

Tes Wawasan Kebangsaan: KPK Kerikil di Sepatunya Penguasa

 


Riswin dan Beni menyampaikan pandangan akan kondisi KPK yang telah dimatikan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), pada (23/09) di Gedung Sate. Foto: Ainun/Suaka. Editor Foto: Arya.

Lengkong Besar, BPPM Pasoendan – Riswin dan Beni sebelumnya merupakan penyelidik di Deputi Bidang Pencegahan KPK. Keduanya termasuk dalam 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Sehingga per-tanggal 30 September harus meninggalkan gedung KPK. Kehadiran mereka dalam Aksi Kamisan di Gedung Sate (23/09) menjadi bukti akan ketidakadilan yang terjadi dalam tubuh KPK. 

Di mana kawan-kawan KPK yang memegang berbagai kasus besar, harus di depak dan seolah-olah terjadi drama dari Presiden sebagai pihak eksekutif dan DPR selaku legislatif.  

“Mereka seolah saling melempar tanggung jawab, padahal dia satu koloni bersama. Mereka merongrong lembaga pemberantasan korupsi yang kita tahu sudah tidak punya taringnya lagi,” ujar Feru, Koordinator Aksi Kamisan (23/09).

Riswin bercerita dalam peringatan September Hitam yang terkenang dengan berbagai tragedi. Seperti tragedi Tanjung Priok, Semanggi II, Pembunuhan Cak Munir, serta Extra Judicial Killing di tahun 1965. 

Tidak berhenti sampai disitu, pada September 2019 mendatangkan kedukaan baru. “Jadi tragedi yang belum selesai, belum diselesaikan dan belum mau diselesaikan oleh pemerintah, ditambah tragedi terbaru di tahun 2019 dalam aksi reformasi dikorupsi,” tuturnya. 

Tercatat beberapa nama yang meninggal, diantaranya Immawan Randi, Yusuf Kardawi, Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah, dan Bagus Putra Mahendra. Mereka kehilangan nyawa, hanya karena memperjuangkan nilai-nilai yang selama ini telah dianut, dan memperjuangkan pendapatnya untuk mewujudkan masa depan yang lebih cerah bagi masyarakat. Agar terbebas dari korupsi dan persekongkolan kejahatan-kejahatan para penguasa. 

Lebih lanjut ia ingin mengenang KPK yang pada 2019 September telah sengaja dimatikan. Sengaja dikubur oleh orang-orang di DPR dan diamini oleh presiden, melalui revisi UU KPK. Belum selesai revisi UU KPK di 2019, yang dikira sudah benar-benar mati. Ternyata di tahun 2021, dikeluarkanlah TWK. 

“Kalau saya dan temen-temen menganggap TWK itu TWKWKWK, karena sekonyol itu, bayangkan, saya baru 4 tahun, saya dengan Mas Beni dan kawan-kawan di KPK. Tapi di KPK sudah ada yang belasan tahun mengabdi di KPK, sejak KPK berdiri, mantan PNS, Polisi, lulusan AKPOL. Disuruh untuk mengisi wawasan kebangsaaan, dan dinyatakan tidak lulus, itu kan konyol sekali,” ungkapnya. 

Bahkan pegawai KPK, penyidik, penyelidik, dan beberapa struktural di KPK dianggap sebagai Taliban dan kadal gurun. 

Seraya bergurau, Riswin berkata kepada teman-teman yang hadir jika mereka melihat tampilan fisiknya, pertanyaanya adakah indikasi ia Taliban. Nyatanya, ia adalah minoritas, berdarah China dan beragama Budha, namun hal itu tidak menjadi penghalang ia bekerja di KPK.  

“KPK itu adalah kerikil di sepatunya penguasa, supaya mereka bisa jalan dengan tenang, jadi kerikil itu harus dihilangkan,” kata Beni. Stigmatisasi atau labelling kepada 57 pegawai KPK melalui TWK menjadi suatu alat penguasa mematikan KPK.   

“Menurut Ombudsman dan Komnas HAM, TWK sengaja dibentuk untuk menyingkirkan kami-kami ini, menyingkirkan Pak Novel, Pak Rizka, Pak A Damanik, yang mana para penyidik yang sudah belasan tahun di KPK, entah berapa banyak penjahat yang maling uang rakyat ditangkap oleh mereka,” tambahnya. 

KPK bisa memberikan bukti konkrit dari setiap penangkapan yang dilakukan, hal tersebut menjadi faktor dorongan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK yang masih terjaga. Hingga pada akhirnya UU KPK di revisi dan terjadilah penetapan pimpinan KPK, dua dari tiga komisioner KPK bermasalah dengan kode etik yang berlaku di KPK. 

“Yang satu hidup bermewah-mewahan, kemana-mana naik helikopter, menemui pihak berperkara. Yang satu lagi, Lili Pintauni Siregar, malah berhubungan langsung dengan pihak berperkara, jadi bukan pihak berperkara yang mengontak dia, tapi malah dia duluan yang mengontak pihak berperkara, entah untuk apa maksudnya,” ujar Beni. 

Oleh karena itu saat ini KPK di isi oleh orang-orang bermasalah, sementara banyak dari teman-teman tahu bahwa diantara 57 orang ini telah jelas rekam jejak integritasnya, salah satunya Novel Baswedan. Bagi Benny yang hampir setiap hari bertemu dan berdinamika dengan beliau, 75% penglihatannya dikorbankan di KPK. Namun tetap dianggap tidak nasionalis dan anti pancasila. 

Menurutnya perlu ditekankan bahwa ini bukan soal mereka yang kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian. “Karena sebelum di KPK pun saya sudah bekerja di tempat lain, namun ini tentang upaya untuk mempertahankan lembaga pemberantasan korupsi” tegasnya. 

Masyarakat Lebih Percaya kepada KPK yang Dulu

Merujuk Indeks Persepsi Korupsi dalam Indeks Transparansi Internasional, Benny menyampaikan dari tahun 1997, dari tahun 1997 skor Indonesia tidak pernah turun, selalu naik, sampai tahun 2019. Sedangkan tahun 2020 turun signifikan dari 40 ke angka 36, hanya dalam kurun waktu satu tahun. Dengan UU dan pimpinan KPK yang baru, menurutnya hancur semua yang telah dibangun selama ini.  

Selain itu dalam salah satu survei, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK lebih rendah dibandingkan kepada BMKG. Pada survei yang lain, pun lebih rendah dari pemerintah desa. Padahal dari tahun 2019 kebawah, KPK selalu berada di tiga besar, di mana tingkat kepercayaannya lebih tinggi daripada ke presiden. 

Indikator yang sangat kontras, KPK dulu bisa memberikan bukti berbagai hal yang dikerjakan. Pun ujar Benny kita bisa membandingkan jumlah pejabat negara yang ditangkap oleh KPK dengan pejabat negara yang ditangkap oleh aparat penegak hukum lain. 

“Dan bagi saya pribadi, Riswin dan teman-teman bisa membuktikan bahwa hukum ternyata bisa juga tajam keatas, gak selalu tajam kebawah,” tegasnya. Dan KPK yang dulu dapat membuktikan hukum juga bisa tajam keatas, sehingga masyarakat lebih percaya kepada KPK. 

Menyoal Kasus Korupsi Bantuan Sosial (Bansos)

Membahas tentang kasus Bansos, Beni berujar pada dasarnya anggaran per paketnya adalah Rp. 300.000. Akan tetapi yang sampai kepada masyarakat per paket hanya Rp. 160.000-Rp. 170.000. dengan demikian setiap paketnya dikorupsi Rp. 130.000 oleh menteri dan teman-temannya, dengan presentasenya sekitar 30-40%. 

Anggaran Bansos untuk Jabodetabek saja 22 Triliyun, dan 40% tidak sampai kepada masyarakat. “Karena dipakai oleh Juliari Batubara untuk beli sepeda bronton, kemensos, pas 17 Agustus berapa belas gitu, lalu beli IPhone Pro Max, nyewa pesawat jet bukan pakai uang pribadi, tapi uang bansos yang seharusnya hak dari masyarakat yang seharusnya dipakai oleh masyarakat,”. Terlebih waktu itu aat pandemi, Rp.300.000 itu besar sekali bagi masyarakat, namun harus dipotong 40%. 

Secara umum di berita setiap menteri hanya meminta Rp.10.000 per-paket dari 22 juta paket, jika dikalikan itu baru sampai menteri saja, belum termasuk yang lainnya. Hingga saat ini persoalan tersebut dalam proses penyidikan, dan menurut Beni hal itu memantik amarah para penguasa. Apalagi tahun 2019 seharusnya KPK sudah mati, karena UU yang ada sudah diganti. 

Alhasil tidak terduga, akhir tahun 2020, KPK masih tetap bisa menangkap dua menteri. “Ternyata belum mati, walaupun sempoyongan masih bisa menghentikan kegiatan busuk mereka mencuri uang rakyat,” ungkap Beni. 

Ironisnya tahun 2021, dengan adanya TWK, dua penyidik yang sedang menangani Bansos tidak lulus TWK. Sementara itu, Bansos adalah salah satu dari berbagai contoh kasus yang terjadi di KPK. “Sekarang terpakasa terhambat karena proses dari semua ini,” ungkapnya. 

Riswin menekankan, jika selagi masih ada orang-orang yang mengeruk uang masyarakat, maka tidak akan selesai tragedi-tragedi seperti ini. Walaupun baginya dasar dari manusia itu semuanya baik. 

Namun ketika ada uang-uang sampingan yang dapat ia terima, perbuatan jahat sekalipun, termasuk membunuh manusia lain yang notabenenya sesama saudara, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan.

“Jadi kita bersama-sama meminta kepada mereka, kepada Presiden, kita minta ke siapapun melalui surat untuk presiden, agar pemberantasan korupsi yang lebih baik kedepan, supaya tidak terjadi lagi tragedi-tragedi seperti ini lagi,” tutupnya.

Sherani



































2 komentar:

  1. jujur aku udah capek banget sama persoalan sama bangsa ini gak ada henti²nya tentang korupsi, belum lagi tragedi² yang belum terselesaikan, tapi sekali lagi terimakasih untuk jurnalis jurnalis hebat yang ada di BPPM mengajak kami untuk tidak lupa akan kejadian² yang penting yang tidak seharusnya kami lupakan. Terimakasih yaa tetap semangat! Yuk guys bantu baca dan sebar karena ini penting dan urgent banget!!

    BalasHapus