Pemerintah Memegang Tugas Penting Sebagai Penampung Optimisme Generasi Muda Indonesia
Ilustrasi
Lengkong Besar, BPPM Pasoendan- Good News From Indonesia (GNFI) sebagai Platform media informasi independen beserta Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI), mengadakan kegiatan peluncuran dan diskusi hasil survei indeks optimisme generasi muda Indonesia tahun 2021, pada tanggal 13 Agustus 2021 melalui aplikasi zoom meeting.
Terdapat beberapa pembicara yang turut hadir, diantaranya Kunto Adi Wibowo (Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI dan Peneliti Komunikasi dan Media), Najeela Shihab (Pendidik dan Inisiator Semua Murid Semua Guru), Roby Muhammad (Pakar Sosiolog dan Akademisi), Ahmad Erani Yustika (Pakar Ekonomi dan Guru Besar Universitas Brawijaya), Akhyari Hananto (Pendiri dan Pemimpin Redaksi GNFI), serta dipandu oleh moderator Wahyu Aji (CEO GNFI).
Kolaborasi yang dilakukan oleh GNFI dan KedaiKopi dengan melakukan survei tingkat optimistis generasi muda terhadap masa depan Indonesia, yang notabenenya dipengaruhi oleh situasi saat ini di masa pandemi Covid-19. Fokus bahasan mencakup lima isu utama, yaitu pada sektor Pendidikan dan Kebudayaan, Kebutuhan Dasar, Ekonomi dan Kesehatan, Kehidupan Sosial, dan Politik dan Hukum.
Survei tersebut dilakukan pada 8-15 Juli 2021 berdasarkan pada metode wawancara melalui telepon, dengan response rate 14,46% dari 5.524 panel. Ruang lingkup cakupan responden terdiri dari 11 kota besar di Indonesia, yaitu Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Banjarmasin dan Makassar.
“Survei yang kami rilis tiap tahun ini, memberikan kita insight isu-isu apa saja yang membuat anak muda kita optimis dan sebaliknya. Media seperti GNFI bisa memainkan peran untuk mendorong critical thinking bagi audiens kami dan melihat kedua fenomena tersebut,” ungkap Akhyari Hananto, Pendiri dan Pemimpin Redaksi GNFI.
Realitasnya merujuk hasil tersebut, optimisme generasi muda lebih tinggi pada sektor pendidikan dan kebudayaan, dengan akumulasi angka net indeks 83,9%, dibandingkan politik dan hukum yang lebih rendah 28,1%. Berbagai faktor yang mempengaruhi tingginya rasa optimisme generasi muda dalam sub-sektor pendidikan, disebabkan oleh semakin luasnya akses pendidikan yang berkualitas, dibuktikan dengan terfasilitasinya pendidikan tinggi di setiap daerah Indonesia, walaupun belum dapat dikatakan secara holistik. Selanjutnya dalam sub-sektor kebudayaan, yaitu dengan kehadiran produk kerajinan tangan Indonesia yang semakin mendunia.
“Optimisme dalam subjek pendidikan menjadi modal banyak hal. Modal untuk sehat secara jiwa dan raga. Pemuda memiliki kesehatan mental walaupun di kondisi yang krisis, mereka mampu melihat dunianya dalam perspektif yang positif. Rasa optimistis dalam subjek pendidikan juga menjadi modal untuk banyak hal untuk kompetensi-kompetensi yang esensial,” ujar Najeela Shihab, Pendidik dan Inisiator Semua Murid Semua Guru.
“Perguruan tinggi ada di berbagai daerah, akses pendidikan saat ini merupakan capaian yang baik namun tidak semua akses pendidikan memiliki kualitas yang baik yang terjadi di semua jenjang, termasuk di jenjang pendidikan tinggi yang menjadi alasan pemuda optimis di subjek pendidikan,” tambahnya.
Disisi lain rendahnya optimisme generasi muda Indonesia dalam bidang politik dan hukum disebabkan oleh rasa pesimistis terhadap penegakan hukum yang tidak diskriminatif di masa depan Indonesia. Kemudian isu korupsi yang terbilang masih sangat tinggi juga menjadi faktor besarnya keraguan responden akan penyelesaian permasalahan dalam sektor politik dan hukum oleh pemerintah.
“Kredibilitas kebijakan pemerintah ini merupakan sebuah peluit yang nyaring untuk didengar, terkait perbaikan kualitas kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bagi anak muda, pemerintah seringkali dianggap bagian dari permasalahan, bukan pemecahan,” ujar Ahmad Erani, Pakar Ekonomi dan Guru Besar Universitas Brawijaya.
Lebih lanjut sektor selanjutnya yaitu ekonomi dan kesehatan, ditengah keterbatasan ekonomi dan peralatan medis sebagai dampak pandemi Covid-19, tercatat perolehan net index nya 64,5%. Sedangkan sektor kebutuhan dasar berada pada persentase 75,1% dan sektor kehidupan sosial berada pada net index 50,5% yang walaupun terbilang lebih rendah dari sektor lainnya, namun tetap dalam indeks optmismenya tergolong tinggi.
“Salah satu tantangan kita dari sisi sosial adalah masalah keragaman. Keragaman yang sangat tinggi di Indonesia itu masih dirasakan sebagai tantangan dan tidak menjadi kekuatan.keragaman dalam preferensi menjadi tekanan sosial dan mengurangi kebebasan berpendapat anak-anak muda saat ini,” ungkap Robby Muhammad, Pakar Sosiolog dan Akademisi.
Kunto Adi Wibowo sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI dan Peneliti Komunikasi Media, menyampaikan bahwa hasil dari survei yang dilakukan berada diluar prediksinya. “Ternyata efikasi berbasis kemampuan itu tinggi semua termasuk soal kebutuhan dasar, akses pendidikan tinggi semua. Optimisme yang sifatnya soal hukum dan pemerintahan itu ternyata rendah. Dengan hasil ini saya tidak khawatir dengan anak muda di Indonesia, karena mereka punya kemampuan dan kepercayaan diri bahwa mereka mampu melakukan sesuatu walaupun mereka punya penilaian kurang optimis terhadap pemerintah,” ujarnya.
Selain itu, responden juga melihat bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yatu Covid-19, dengan presentase 73,3%. Empat hal lain yang termasuk dalam konteks permasalahan, diantaranya, kebijakan pemerintah yang dianggap menyulitkan dan tidak tegas disampaikan oleh 4,3% responden, fasilitas kesehatan (prokes) 3,5%, dan masih maraknya praktik KKN 3,5%.
Oleh karena itu menurut Ahmad Erani, pemerintah memegang kendali atas tugas penting sebagai penampung optimisme generasi muda, dengan tiga tugas utama yang perlu dibenahi sebagai suatu syarat optimisme dari generasi muda. Pertama, lebih baik lagi dalam mengurus negara, menyediakan lapangan pekerjaan serta akses kesehatan yang merata dan berkualitas. Dari ketiga hal tersebut, dapat digambarkan sebagai syarat kuat untuk memaksimalkan optimisme generasi muda dalam memproyeksikan masa depan Indonesia.
“Hasil survei saat ini menunjukkan tingkat optimisme generasi muda leih baik dibandingkan survei pertama yang dilakukan GNFI pada 2008. Hal ini perlu menjadi aset sekaligus tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan. Aset, karena anak-anak muda memiliki optimisme yang baik. Namun sekaligus menjadi tantangan, karena apabila tidak dikelola dengan baik optimisme tersebut tidak akan berarti banyak bagi kemajuan Indonesia, tutup Wahyu Aji, CEO GNFI.
Sherani
Beri Komentar