Header Ads

Umpan Lambung Birokrasi Fakultas dan Universitas Menanggapi Isu DPP



Ilustrasi

Lengkong Besar, BPPM Pasoendan- Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai pengemban amanat untuk menampung dan menyalurkan aspirasi dari mahasiswa, guna dipertimbangkan oleh pihak kampus dalam proses perumusan kebijakan. Dalam hal ini DPM telah menaruh atensi lebih terhadap alternatif keringanan uang kuliah untuk mahasiswa, selain hanya menggantungkan pada advokasi. Seperti dengan diusulkannya kebijakan pengurangan biaya DPP ditengah situasi pandemi saat ini yang menjadi ancaman masyarakat luas. 

"Tentunya sudah, kami berkali-kali melakukan langkah tersebut. Bahkan sebelum saya menjabat sebagai ketum DPM pun langkah itu sudah diupayakan. Alhamdulillah ada kabar baik meski tidak sesuai dengan harapan saya saat itu," ungkap Ketua DPM Rachil Yulastra melalui pesan singkat, Jum'at (16/07). 

Ia menyatakan perihal keberlanjutan dari pengurangan DPP perlu dikoordinasikan secara mendalam dengan pihak Universitas atau Fakultas. Dikarenakan belum adanya kejelasan akan siapa yang lebih bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan pengurangan DPP, menimbulkan panjangnya proses yang harus ditempuh untuk sampai pada titik realisasi tujuan melalui prosedur yang seharusnya.

"Jika teman-teman perhatikan isu terkait DPP selalu terjadi umpan lambung antara birokrasi Fakultas dan Universitas. Ditambah, jalur koordinasi antar lembaga fakultas dengan universitas beberapa tahun belakangan begitu kurang," ujarnya. 

Wakil Dekan II Dra. Yulia Yulia Segarwati., M. Si., mengungkapkan ia tidak memiliki kapasitas untuk menjawab keputusan pengurangan biaya DPP.

"Untuk DPP bukan kapasitas saya untuk menjawabnya, karena DPP adalah kebijakan Yayasan Perguruan Tinggi (YPT) Universitas Pasundan", tegasnya saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (14/07). 

Selain itu ketua DPM menambahkan bahwa faktor internal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pasundan (UP) juga turut mempengaruhi proses tidak termobilisasinya koordinasi antara lembaga-lembaga yang terdapat di Fakultas dengan Universitas.

Ketika disinggung mengenai peluang diadakannya audiensi bersama antara mahasiswa dengan birokrasi kampus untuk membahas pengurangan biaya DPP secara resmi dan terbuka. Pihak DPM menyarankan perlu adanya sikap yang bijak dalam merespon permasalahan ini dengan menggunakan dua sudut pandang. 

"Pertama, melalui sudut pandang mahasiswa, faktanya seluruh masyarakat yang ada di Indonesia mengalami kendala dalam aspek ekonomi, dan saya pun menjadi salah satu dari bagian yg mengalami permasalahan ekonomi tersebut. Kedua, dari sudut pandang dari birokrasi kampus, yang harus kita pahami pertama adalah mekanisme terkait universitas swasta. Seberapa besar peluang kampus swasta ini mendapatkan 'bantuan' oleh negara saat berada pada momen seperti ini. Poin kedua adalah, persoalan hak dan tanggung jawab baik itu dari sisi mahasiswa ataupun dari sisi birokrasi," jelasnya. 

Pada dasarnya ia sendiri pun tidak menolak apabila pemotongan DPP diberlakukan, namun ia menekankan kepada mahasiswa agar berpikir secara rasional dan logis dalam menentukan langkah yang tepat demi kemaslahatan bersama. Dengan demikian jika pada akhirnya kebijakan terkait DPP perlu segera disusun, maka semua pihak sama-sama akan mendapatkan yang terbaik.

Sebagai upaya konkret, DPM juga telah melakukan langkah strategis untuk menindaklanjuti perihal urgensi kebijakan pengurangan DPP bersama-sama dengan berbagai lembaga yang berada di FISIP maupun fakultas lain. 

"Aspirasi itu sudah kami sampaikan kepada perwakilan BEM UP, namun sampai saat ini kami belum lagi mendapatkan informasi terkait koordinasi lebih lanjut lagi. Semoga secepatnya akan ada kabar baik dari rekan rekan yang ada di BEM UP," tutupnya. 

(Sherani

1 komentar:

  1. semoga ada kejelasan mengenai DPP dan advokasi. tolonglah kami mahasiswa unpas yang berjuang demi meraih gelar sarjana.

    BalasHapus