Merintis Media di Era Digital: Pengalaman Mojok
Menyambut
ulang tahunnya yang ke-5, di tahun 2019 Mojok menerbitkan sebuah buku. Di buku
ini setiap personel yang ikut dalam proyek penulisan menceritakan pengalamannya
bersama Mojok.
Puthut
EA, salah seorang pendiri Mojok (biasanya dipanggil Kepala Suku), memulai tulisan
dalam buku ini. Ia bercerita soal dirinya yang tak menyangka Mojok bisa berusia
5 tahun dan mendapat respon yang baik dari pembaca.
Mungkin
usaha dia untuk merendah, tapi mungkin juga itulah yang memang ia rasakan, mengingat
Mojok hanya dirintis dan dijalankan oleh segelintir orang, tidak seperti kebanyakan
media lain yang melibatkan banyak orang.
“Saat
tulisan ini saya kerjakan, ranking Alexa Mojok bertengger di angka 85. Untuk
sebuah media kecil yang hanya berawak 15 orang, tentu sangat membanggakan. Karena
di bawah kami, ada banyak media yang berawak 10 kali lipat, dan mereka di bawah
Mojok.” (hal viii)
Kutipan
di atas menarik, gimana caranya media yang hanya diurus oleh belasan orang bisa
tumbuh, bertahan, dan dapat antusias dari audiensnya? Terlebih lagi di era
digital sekarang ini ketika banyak sekali pilihan media yang bisa diakses
masyarakat?
Menurut
saya, jawabannya adalah karakter. Mojok sebagai sebuah media punya
karakteristik yang khas. Konten-kontennya
yang sederhana, menggunakan gaya tutur bercerita, dan tentu saja ada unsur satir
dan jenaka.
Gaya-gaya
itu sepertinya memang sengaja dibentuk sebagai ciri khas mereka. Ini bisa kita ketahui
dari tulisan lain di buku ini.
Misalnya
seperti kata Agus Mulyadi “berkembangnya Mojok tak bisa dimungkiri memang
karena komunitas dan jaringan pertemanan. Bukan perkara mudah mencari
tulisan-tulisan yang membahas tema-tema serius (sosial, budaya, agama, dan juga
politik) tapi ditulis dengan nakal dan jenaka.” (hal 26)
Malah ada masa ketika Mojok meminta tulisan-tulisan orang lain di Facebook untuk diunggah ke situs mereka dengan beberapa syarat seperti memverifikasi apakah tulisan itu asli atau plagiat, atau melihat level sensitivitas tulisan. Mantan Pemred Mojok, Eddward S. kennedy, menuliskan:
“Mojok
bisa dibilang telah memopulerkan (atau malah menciptakan?) sebuah profesi baru
dalam industri media: pemerhati status Facebook. Bagaimana cara profesi ini
bekerja? Sederhana saja… berselancar di Facebook mencari status-status menarik
yang sedang atau diduga kuat akan menjadi viral.” (hal 11)
Jadi
selain beberapa ciri khas Mojok yang sudah disebut tadi, ada lagi ciri lain
yang bisa kita temukan dalam buku ini, mencari tulisan mengenai topik yang sedang
hits dan gaya tulisan seperti orang membuat status di media sosial. Mungkin ini
yang membuat audiens merasa lebih dekat dengan kontennya Mojok.
Identitas
Buku
Judul:
Mojok:
Tentang Bagaimana Media Kecil Lahir, Tumbuh, dan Mencoba Bertahan, Penulis: Agus
Mulyadi,dkk, Penerbit: Buku Mojok, Terbit: Agustus 2019 (Cetakan
pertama), Tebal: 136 halaman.
(Azmi)
Beri Komentar