Sudut Pandang Anak Muda Terhadap Krisis Iklim
(Sumber: Jeda Untuk Iklim)
Bandung,
BPPM Pasoendan -- Kemajuan era modern menimbulkan
paradoks yang menghadirkan anugerah sekaligus ancaman terhadap keberlangsungan
makhluk hidup di dunia. Perkembangan kehidupan di muka bumi mengantarkan pada
persoalan kemerosotan ekologi dalam skala global yang dibuktikan dengan adanya
perubahan iklim.
Perubahan
iklim terjadi pada saat suhu rata-rata bumi meningkat dalam jangka waktu yang
lama. Hal tersebut berimplikasi terhadap permasalahan eksistensial, yaitu
krisis iklim yang dipicu oleh kegiatan manusia baik secara individu maupun kelompok. Seperti praktik melepaskan emisi ke
udara khususnya pembakaran energi fosil, alih fungsi lahan dan deforestasi yang
menimbulkan gas rumah kaca yang terjebak di stratosfer. Krisis iklim mengancam
keberlangsungan hidup manusia, diantaranya kondisi tempat tinggal, ketersediaan
pangan, kesehatan, keselamatan hidup dan bahkan keamanan negara.
Realitasnya
krisis iklim mungkin saja tidak dialami secara langsung, karena terdapat faktor
yang mempengaruhi kondisi tersebut, namun bukan tidak mungkin hanya tinggal
menunggu waktu bagi kita merasakan dampaknya jika terus mengabaikan
permasalahan ini. Bersikap bijak dalam mengamati suatu persoalan akan lebih
memperluas cara pandang, khususnya dalam memahami persoalan krisis iklim yang
hakikatnya benar-benar nyata dan dekat dengan aktivitas manusia hari ini.
Perhatian
publik sangat penting untuk menganalisis kepedulian terhadap krisis iklim. Oleh
karena itu bertepatan dengan Hari Aksi Sedunia untuk perubahan iklim yang
diperingati setiap 25 September, Yayasan Indonesia Cerah sebuah organisasi
nirlaba yang berfokus untuk memajukan agenda kebijakan transisi energi di
Indonesia bersama Change.org sebuah medium kampanye dan penggalangan dukungan
untuk perubahan, mempublikasikan hasil survei yang berkaitan dengan tanggapan
anak muda atau warga muda aktif di Indonesia terhadap krisis iklim.
Sebanyak
delapan ribu responden terjaring dalam survei tersebut, dengan rata-rata usia
mereka 20-30 tahun yang terdiri dari laki-laki maupun perempuan, mayoritas
diantaranya merupakan mahasiswa dan pekerja swasta.
Hasil
dari survei menyatakan bahwa 88% responden sangat khawatir tentang dampak yang
akan ditimbulkan dari krisis iklim. Kekhawatiran yang paling tinggi meliputi akan
adanya krisis air, krisis pangan, dan kehadiran pandemi. Sebanyak 97% responden
juga menganggap bahwa manusia memiliki peranan yang besar dalam terjadinya
krisis iklim. Berkaitan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini, dalam jumlah
yang sama berpendapat efek dari krisis iklim akan sama atau jauh lebih parah
daripada pandemi Covid-19.
Indonesia
sebagai negara hutan hujan tropis yang kaya akan sumber daya alam serta
berlimpahnya biodiversitas seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengelola
kelestarian lingkungan. Namun seiring berjalannya waktu kemunduran terus
terjadi, antara lain diakibatkan oleh deforestasi dan kebakaran hutan yang
semakin masif dilakukan oleh ulah manusia, 28% tanggapan responden menegaskan
bahwa Indonesia harus menghentikan tindakan tersebut.
Sejalan
dengan itu, 26% responden menuntut perlu adanya langkah progresif dengan
melakukan transisi dari penggunaan energi fosil menuju energi terbarukan, dan
19% lainnya berpendapat bahwa melakukan perubahan gaya hidup yang lebih ramah
lingkungan juga menjadi jalan yang perlu ditempuh sejak awal.
Sebanyak
97% yakin akan potensi energi terbarukan yang tersedia di Indonesia cukup
berlimpah. Jika di klasifikasikan urutan teratas bersumber dari tenaga surya
(28%), dan air (20%), selanjutnya yang berada di urutan terbawah terdapat
energi dari panas bumi (14%) dan biomassa (7%).
Namun
sebanyak 63% responden menganggap bahwa
birokrasi menjadi penghalang dalam mengatasi permasalahan ini. Dimana mencakup
ruang lingkup dalam bidang penegakan hukum yang semakin lemah, regulasi yang
minim atau tidak ada, kurangnya pemahaman dari para pemegang kebijakan, dan
rendahnya kemauan politik. Walaupun demikian, 22% responden menggantungkan
kepercayaan yang tinggi terhadap komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah
ini,kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar dengan 14%, dan DPR
serendah 12%. Selain itu 24% responden menganggap kesadaran masyarakat yang
masih rendah juga menjadi pemicu dari masalah ini, serta kurangnya kapasitas
ekonomi dan harga energi terbarukan yang masih tinggi.
79%
Warga muda aktif optimis bahwa Indonesia bisa menjadi salah satu pemimpin dunia
dalam mengatasi krisis iklim. Harapan yang sangat luar biasa dari anak muda
sebagai tonggak perjuangan suatu bangsa, maka upaya untuk merealisaikan
penanggulangan tersebut perlu digencarkan dengan dukungan berbagai pihak baik
secara mikro maupun makro. Karena warga muda aktif bukan hanya generasi bagi
masa depan, namun mereka juga
bertanggung jawab akan masa sekarang.
Tingginya
kepedulian mereka terhadap masalah sosial dan lingkungan merupakan jalan terang
untuk menanggulangi masalah ini agar tidak semakin memuncak. Disokong dengan digitalisasi media sosial
yang menjadi alat bagi mereka untuk semakin menggencarkan pengaruh yang kuat
dalam membentuk suatu narasi demi perubahan yang nyata, diharapkan dapat
memberikan dampak yang signifikan.
Seluruh
upaya secara holistik sekecil dan sebesar apapun dapat termanifestasikan melaui
persatuan seluruh elemen masyarakat, yang berasal dari berbagai latar belakang,
dengan bersungguh-sungguh mengambil peran dalam perubahan dan pergerakan untuk menciptakan
kehidupan planet bumi yang layak dihuni bagi seluruh makhluk hidup.
(Rani)
Beri Komentar