Untukmu
Kota
ramah HAM hanya sebatas dilini masa piagam kepalsuan.
Bersembunyi dari derap sepatu militer yang datang, dari gas
air mata yang kau lemparkan.
Dari semua hantaman pada tubuh yang luka, dari semua
kekerasan yang kau pertonton dimuka.
Atau dari tanah yang tergusur rata.
Kami menjelma darah dan air mata, sebagai bentuk perlawanan.
Tak berguna, mengapa hanya rakyat kecil yang dipaksa patuh
pada hukum negara.
Sedangkan mereka di meja kerja, sibuk melelang undang-undang
yang mencekik leher kita.
Pengadilan berjalan mengiris-ngiris keadilan yang pincang.
Hakim berpetualang mencari aman bersama para elit kekuasaan.
Kerasukan menjadi candu dalam kepentingan, gali keuntungan
berkedok pembangunan.
Hei, lihat kembali rumah yang kau ratakan pada hari kamis bulan desember 2019 itu.
Disana tumbuh kehidupan.
Lantas mau dikemanakan seluruh wajahnya yang bernasib
malang.
Tak cukupkah keputus asaan yang dipertaruhkan oleh rumah
berderet kepentingan modal.
Hingga harus ditumbalkan damai dan kesejahteraan yang sudah
lama tertanam.
Hei Walikota, kau harus bersimpuh dihadapan seluruh warga,
warga yang terbuang, tersisihkan, berkerumun di Tamansari RW11.
Memohon maaf dan mengembalikan seluruh hak yang mereka
punya.
Memberikan pengakuan hunian yang layak berdasarkan asas yang
adil dan beradab.
Tak hanya bicara atau dengan kardus bantuan entah kemana.
Hei Pemerintah Kota Bandung Raya, segeralah buka telinga,
dengarkan sesak tangis anak-anak dan ibunda yang digiring keluar dari rumahnya,
atau bagaimana teriakan orang-orang yang diinjak-injak hanya sebab kata
bertahan.
Tanasaghara
Beri Komentar