Header Ads

Aksi Solidaritas Kami Bersama Suara USU

Para Mahasiswa yang melakukan Aksi solidaritas kami bersama suara usu dan pembatasan ruang literasi dengan merampas buku bacaan di Jl. Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (14/08/19) Rian
Siaran Pers

Aksi Solidaritas Kami Bersama Suara USU dan Pembatasan ruang literasi dengan merampas buku bacaan

Rabu, 14 Agustus 2019

Kasus yang menimpa dunia literasi kita kian bergulir. Bak bola salju permasalahannya makin pekat akhir ini. Berawal dari kebebasan berekspresi salah satu Lembaga Pers Mahasiswa di medan, penyitaan buku bacaan, sampai razia buku yang dianggap kiri. Jelas ini sebuah kemunduran untuk dunia literasi kita.

Bermula dari permasalahan Lembaga Pers Mahasiswa (Selanjutnya disebut LPM) Suara USU di Medan. Buntut cerpen “Ketika Semua Menolak Kehadiranku Didekatnya” berbuah pemecatan seluruh pengurus Lembaga Pers Mahasiswa Suara USU. Berkat keputusan Rektor melalui SK Nomor 1319/UN5.1.R/SK/KMS/2019 sebanyak 18 pengurus dipecat. Upaya yang terus dilakukan oleh Pengurus LPM Suara USU untuk memperjuangkan hak nya masuk pada tahap Class Action. Tanggal 14 Agustus 2019 ini, mereka melangsungkan sidang perdana di PTUN Sumatra utara. Yael Stefani selaku Pimpinan Umum dan Widiya Hastuti sebagai Pimpinan Redaksi didampingi kuasa hukum Perhimpunan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Sumatra Utara (BAKUMSU) menggugat Rektor untuk mencabut SK nya.

 Tidak hanya sampai disana, mereka sadar betul jalur yang ditempuhnya akan mendapatkan banyak konsekuensi. “kita siap dengan segala resiko bila terjadi sesuatu hal di kemudian hari”, Tutup Yael Sinaga ketika di kutip dari VOA Indonesia per tanggal 06/08/2019.

Adanya tindakan pembatasan ruang gerak Pers Mahasiswa ini justru salah satu pelanggaran kebebasan berekspesi. Ranah Pers Mahasiswa yang memang notabene berkecimpung di dunia literasi, menjadi suatu tindakan yang mengancam kemajuan intelektual dari sisi literasi.

Kasus yang tengah diperbincangkan baru baru ini datang dari penyitaan dan penarikan buku bacaan yang dianggap kiri. Ini jelas mencederai UUD yang memang mengatur tentang pelarangan buku. Penyitaan buku tidak bisa ditindak secara sepihak, baik oleh elemen aparat maupun masyarakat yang menyatakan dirinya ormas. Kasus ini terjadi di dua daerah berbeda. Pertama penyitaan buku milik dua orang mahasiswa di probolinggo dan penarikan di toko buku makassar oleh ormas. Adapun penarikan buku harus melalui pengadilan menurut hukum yang berlaku.

Kami selaku Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung mengecam keras atas kasus yang terjadi. Adapun tuntutan dan pernyataan sikap sebagai berikut :

1. Menuntut Rektor Mencabut SK Pemecatan LPM Suara USU

2. Menuntut Aparat maupun masyarakat untuk tidak menyita buku dengan sewenang-wenang

3. Berikan Kebebasan berekspresi kepada Pers Mahasiswa sesuai dengan UU yang berlaku

4. Menuntut Rektor untuk memberikan hak-hak kepada Pengurus LPM Suara USU

5. Mengecam tindakan sewenang-wenang rektor terhadap LPM Suara USU

6. Menghimbau aparat maupun masyarakat dalam meningkatkan mutu literasi

 Kami yang mendukung :
1. UPM Isolapos (Universitas Pendidikan Indonesia)
2. LPM Lensa Women (International Women University)
3. Pers Mahasiswa Suara Mahasiswa (Universitas Islam Bandung)
4. LPM Gemasuara (Politeknik Piksi Ganesha)
5. LPM Suaka (UIN Sunan Gunung Djati)
6. Tripod Jurnalistik (STIE Indonesia Membangun)
7. LPM Momentum (Universitas Langlangbuana)
8. Jurnalpos Media (UIN Sunan Gunung Djati)
9. LPM Jumpa (Universitas Pasundan)
10. E-Pers (STIE Ekuitas)
11. I-Mage (Institut Manajemen Koperasi Indonesia)
12. Warta Kema (Universitas Padjajaran)
13. dJatinangor (Universitas Padjajaran)
14. Media Peradaban (UIN Sunan Gunung Djati)
15. Daunjati (Institut Seni Budaya Indonesia)
16. Arteri Pers (STIKES Dharma Husada)
17. Aksara (Telkom University)
18. Persma Genera (Universitas Padjajaran)
19. BPPM Pasoendan (Universitas Pasundan)
20. Pharms (Sekolah Tinggi Farmasi Bandung)
21. Media Parahyangan (Universitas Parahyangan)

Nara Hubung :
Rian Hamdani
08818223724   

Tidak ada komentar