Header Ads

Aliansi Rakyat Anti Penggusuran dan Deklarasi Bandung 2018












Deklarasi Bandung 2018
10 Prinsip Kerakyatan
Menentang Pencaplokan Tanah, Penggusuran, dan Kebijakan Pertanahan Neoliberal
“Let a New World be born in Bandung for a genuine land reform, not land grabs!”

Tatanan dunia abad ke-21 telah berubah. Kolonialisme dan imperialisme bermutasi dalam beragam wajah. Liberalisme corak baru (neo-liberalisme) menjadi dasar baru munculnya neo-kolonialisme, neoimperialisme dan otoritarianisme dengan topeng kerakyatan (populis), merupakan praktik-praktik penjajahan dan penyingkiran hak-hak warga demi kepentingan korporasi dan bisnis. Salah satunya melalui penguasaan lahan, penyingkiran orang dari tanah yang menjadi sumber penghidupannya, dan pelibatan orang-orang miskin dalam kerja-kerja eksploitatif.
Praktek penjajahan corak baru ini bekerja dengan menggunakan alat-alat negara dan pemerintahan yang sering menampilkan wajah dan menggunakan isu-isu kerakyatan. Pencaplokan dan perampasan tanah serta penggusuran paksa saat ini dibungkus dan dilindungi oleh aturan hukum yang disusun untuk kepentingan investasi dan pemilik modal. Kebijakan-kebijakan pertanahan dan penguasaan tanah skala besar disusun dari tingkat global, nasional, hingga lokal, oleh agen-agen neoliberal yang berada dalam berbagai lembaga seperti Bank Dunia, IFAD, ILC, serta pemerintah dan organisasiorganisasi nonpemerintah.
Forum-forum global dengan kesemarakan “pesta rakyat” yang palsu, seperti Global Land Forum, diselenggarakan untuk memberi pembenaran atas langkah-langkah penyingkiran hak-hak rakyat atas tanah yang sedang terjadi dan akan terus terjadi di kemudian hari.
Kebijakan reforma agraria—yang seharusnya dibentuk dalam rangka menegakkan keadilan sosial, menata ulang struktur penguasaan tanah yang timpang, mencegah konsentrasi penguasaan tanah oleh segelintir elit ekonomi dan elit penguasa, serta memberi jaminan penguasaan tanah oleh rakyat dan kaum miskin yang tidak dapat diganggu oleh kepentingan lain—diganti dengan langkah-langkah sistematis untuk menggerakkan pasar tanah. Pendaftaran dan sertifikasi tanah, yang dibungkus dengan bahasa “demi adanya jaminan penguasaan dan pemilikan tanah”, diperluas justru untuk memudahkan transaksi pengalihan hak yang akan sepenuhnya dikontrol oleh penguasa pasar dan penguasa modal untuk memudahkan proses pencaplokan tanah.

Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP), bersama warga dunia lainnya, dengan mendasarkan diri pada semangat perjuangan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang tertuang dalam Deklarasi Konferensi Asia-Afrika 1955, menegaskan prinsip-prinsip berikut ini sebagai landasan perjuangan untuk menolak pencaplokan tanah, penggusuran, dan kebijakan pertanahan neoliberal.

1.    Menghormati hak-hak dasar manusia dan yang terkait dengan penguasaan dan kepemilikan tanah untuk kaum tani miskin dan tak bertanah, kaum miskin kota dan nelayan, dengan merujuk kepada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan standar-standar internasional hak asasi manusia.
2.    Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial dan ruang hidup semua warga atas lahan.
3.    Memperjuangkan persamaan hak atas akses terhadap lahan dan perlindungan serta jaminan yang sungguh-sungguh atas hak-hak tersebut bagi kaum tani miskin dan tak bertanah serta kaum miskin kota dan nelayan.
4.    Menolak konsentrasi penguasaan tanah oleh korporasi, juga oleh negara jika tidak digunakan untuk memajukan kehidupan kaum miskin di pedesaan dan perkotaan sesuai prinsip-prinsip pemajuan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
5.    Mendukung perjuangan rakyat dalam merebut hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, termasuk merebut dan mempertahankan hak-haknya atas tanah.
6.    Menghormati hak-hak setiap warga untuk menentukan nasibnya sendiri, mempertahankan diri secara sendirian ataupun secara kolektif sesuai dengan Piagam PBB.
7.    Menggunakan skema pertahanan sipil secara kolektif untuk bertindak dalam situasi-situasi tertentu untuk melawan rezim neoliberal, khususnya dalam mempertahankan hak atas tanah.
8.    Menolak rezim otoritarian, termasuk rezim pemerintahan otoritarian-populis, yang bekerja sama dengan agen-agen neoliberal internasional, termasuk organisasi-organisasi nonpemerintah internasional, nasional dan lokal, serta segala hasil kerjanya dalam bentuk kebijakan, perangkat hukum, maupun program yang mengancam hak-hak warga atas wilayah atau lahan sumber penghidupannya.
9.    Menolak program pembangunan pedesaan dan reforma agraria neoliberal, apalagi yang dipandu oleh hutang kepada lembaga-lembaga keuangan internasional.
10.    Memajukan pelaksanaan reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria yang bersendikan keadilan sosial, keadilan agraria, persamaan dan kesejahteraan bersama.
 
Bandung, Hari Tani Nasional, 24 September 2018 Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP).

Tidak ada komentar