Header Ads

FISIP Unpas: Demokrasi Sistem Partai vs Jalur Independen

pasoendan.co-- Bagaimana menjadi Presiden BEM FISIP Unpas? Pertanyaan ini kerap kali dilontarkan mahasiswa baru FISIP Unpas, disamping pertanyaan seputar mata kuliah dan prospek kerja nantinya.

Sabila, mahasiswa baru Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional, sempat bertanya-tanya  perihal pemilihan Presiden BEM dan seluruh Gubernur Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Ia khawatir dirinya tidak berkontribusi untuk menentukan sosok wakil mahasiswa. "Saat perkenalan lembaga ketika masa PKKMB saya benar-benar kagum dengan mahasiswa yang duduk di organisasi, apalagi menjadi pemimpinnya. Menjadi Presiden BEM menurut saya sangat keren, saya penasaran bagaimana proses menjadi seorang yang mewakili mahasiswa," ujar Sabila.

Hal yang sama juga dirasakan Devi Novia, mahasiswa baru Prodi Ilmu Komunikasi. Devi beranggapan bahwa menyandang gelar Presiden BEM merupakan suatu hal yang keren. "Presiden BEM itu kayak jabatan tertinggi di lembaga kemahasiswaan, apalagi menyatakan diri sebagai wakil mahasiswa, jadi terkesan keren," ungkapnya.

FISIP Unpas dapat dikatakan sebagai miniatur sistem politik Indonesia karena menganut konsep 'semi-trias politica ala Montesquieu, di mana terdapat pembagian kekuasaan di antaranya; Eksekutif Tingkat Fakultas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Eksekutif Tingkat Jurusan oleh HMJ, kemudian Legislatif dan Yudikatif oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Maka pemilihan capres-cawapres untuk Lembaga Eksekutif dan anggota parlemen untuk Legislatif dilaksanakan melalui mekanisme seperti Pemilu di Indonesia.

Di FISIP Unpas sendiri, pemilihan capres-cawapres dan anggota parlemen ditentukan di dalam Pemilihan Umum Raya (Pemira) yang diselenggarakan pada bulan Maret setiap tahunnya.

Dua bulan sebelum Pemira diselenggarakan, DPM akan membentuk Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) sebagai penyelenggara Pemira. Setelah selesai dibentuk, KPUM  dengan segera membuka pendaftaran Partai Politik (Parpol) kampus yang akan mengusung nama peserta Pilgub dan Pilpres. KPUM jelas harus diisi dengan mahasiswa yang independen, bukan anggota fraksi manapun.

"KPUM harus berisi orang independen, kesulitan kami (red. DPM) adalah sulit memilah mana yang independen dan tidak independen," ujar Fyda Fauziyyah, Ketua Komisi I DPM.

Dalam Pemira 2017 kemarin, terdapat empat fraksi yang lolos dalam seleksi partai. Empat fraksi tersebut adalah Partai Pinus, Partai Konsolidasi Mahasiswa Pasundan (Kompas), Partai Solidarity for Revolusioner (Pasfor) dan Partai Jong Pasundan (JP).

Baca juga: Permira FISIP Unpas 2017, Saatnya Partai Politik Mahasiswa Bicara

Keempat fraksi tersebut menyatakan diri sebagai wakil mahasiswa dari semua jurusan, hal ini dibuktikan dengan kader partai yang terdiri dari berbagai jurusan FISIP Unpas.

Sama halnya dengan proses pemilihan umum yang ada di Indonesia, setiap partai yang lolos parliamentary treshold nantinya akan mengusungkan satu nama pasangan calon untuk menjadi Presiden BEM dan Wakil Presiden BEM, serta Gubernur HMJ dan Wakil Gubernur HMJ.

"Untuk duduk di lembaga eksekutif atau legislatif, kalian (red. mahasiswa) harus punya kendaraan politik. Kendaraan politik itu berupa partai yang nantinya akan mengusung dan membantu kalian duduk di kursi eksekutif maupun legislatif," kata Fyda.

Maka satu pertanyaan telah terjawab. Untuk menduduki kursi legislatif dan eksekutif, seorang mahasiswa harus merupakan anggota aktif partai tertentu.

Pada Pemira 2017 lalu, satu hal mengejutkan terjadi. Dalam Pemilihan Presiden BEM FISIP hanya ada satu nama calon Presiden dan Wakilnya yang diusung oleh fraksi Pasfor. Calon tunggal terjadi lantaran partai JP tidak mengusung calon eksekutif yang alasannya masih dipertanyakan hingga saat ini, sedangkan partai lainnya tidak lolos parliamentary treshold. 

Baca Juga: Calon Tunggal Dalam Pemira Eksekutif 2017

Di Indonesia, ada dua cara untuk maju di dalam pemilihan umum. Pertama adalah dengan bergabung bersama partai, dan kedua adalah lewat jalur independen seperti yang sempat dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), meski urung dilakukan.

Di FISIP Unpas sendiri, jalur independen masih menjadi tanda tanya besar keabsahannya. Jalur independen masih merupakan wacana di FISIP, padahal banyak mahasiswa yang 'enggan' masuk partai dan ingin mencalonkan dirinya lewat jalur independen. Pasalnya tidak sedikit mahasiswa yang kecewa kepada presiden dan gubernur yang diusung partai. Kader partai dinilai mempunyai kecenderungan mementingkan kepentingan kelompok dan tidak menutup kemungkinan kader-kadernya menjadi 'alat politk' pejabat kampus. Persoalan ini membuat integritas dari kader-kader partai diragukan oleh mahasiswa yang sadar akan kondisi real politic di Kampus FISIP Unpas.

"Kita masih belum bisa membuka jalur independen karena sistemnya tidak seperti di Indonesia, kita harus mengubah sistem yang sudah ada jika mau membuka jalur indepeden," kata Fyda.

Maka tidak mengherankan jika masih banyak mahasiswa yang tidak peduli dengan sistem Pemira karena tidak menaruh harapan pada parpol. Apalagi, jika kita merefleksikan dengan partai politik di Indonesia yang kerap kali terciduk kasus korupsi.

Ketua Umum KPUM Periode 2017, Heriansyah mengatakan KPUM hanya sebagai penyelenggara kebijakan sehingga tidak dapat mengubah sistem yang ada. "Kami hanya sebagai penyelenggara kebijakan, terkait konstitusi dan sistem itu wewenangnya DPM," katanya. 

KPUM sebagai lembaga penyelenggara kebijakan di lapangan seharusnya dapat memberikan rekomendasi terkait perubahan sistem atau mekanisme politik yang dapat meningkatkan tingkat partisipasi politik di FISIP Unpas, karena KPUM terlibat langsung di dalamnya.

"Sampai saat ini pemberian rekomendasi terkait sistem politik kepada DPM belum pernah dilakukan oleh KPUM, karena kami beranggapan kalau sistem kepartaian seperti sekarang sudah bagus," ujar Heriansyah.

Hingga berita ini diterbitkan, banyak mahasiswa yang enggan dicantumkan namanya untuk memberikan keterangan perihal Pemira di FISIP Unpas. Hal ini dikarenakan para responden (red. mahasiswa) merasa tidak enak dalam mengkritisi sistem yang dikuasai oleh teman-temannya sendiri.

(Jeje, Rahadian)  

Tidak ada komentar