Rohingya: Kekerasan dan Tragedi Kemanusiaan
Oleh: Kementrian Sosial dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM Unpas 2017
BPPM, Press Realese -- Tragedi kemanusiaan terjadi baru-baru ini didunia internasional. Konflik ini terjadi di negara Myanmar dimana kekerasan kemanusiaan dialami oleh etnis Rohingnya. Etnis Rohingnya baru-baru ini menjadi pembicaraan internasional karena adanya ketidakadilan yang dialami oleh etnis ini. Menjadi pertanyaan besar oleh dunia kepada pemerintahan Myanmar tentang tragedi kekerasan dinegaranya tersebut. Adanya ketidak adilan dalam konsep Hak Asasi Manusia.
Konsep HAM dalam PBB menyebutkan ada 16 poin tentang Hak Asasi Manusia (Human Rights): Hak untuk hidup, Kemerdekaan dan keamanan badan, Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum, Hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum, Hak untuk mendapatkan jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa dimuka umum dan dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah, Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara, hak untuk mendapat hak milik atas benda, Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan, Hak untuk bebas memeluk agama, Hak untuk berpendapat dan berkumpul, Hak untukkan jaminan sosial, Hak untuk mendapatkan pekerjaan, Hak untuk berdagang, Hak untuk mendapatkan Pendidikan, Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat, Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.
PBB memperkirakan bahwa 60.000 orang Rohingnya telah melarikan diri pasca meningkatnya kekrasan dan pembunuhan massal di Myanmar. Operasi keamanan baru-baru ini, termasuk serangan pembakaran terhadap desa Rohingnya, perlakuan buruk terhadap warga sipil termasuk penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan diluar proses hukum, merupakan masalah yang sangat memprihatinkan bagi masyrakat internasional. Khususnya semua muslim diseluruh dunia.
Genosida Juga telah benar-benar terjadi dalam kasus pembantaian etnis ini. BEM UNPAS menganalisis akan adanya tahap-tahap genosida yaitu:
1. Klasifikasi:
-Myanmar menganggap Rohingnya sebagai orang lain dinegaranya
-Myanmar membedakan Rohingya dengan warga negara mereka
2. Simbolisasi:
-Memberikan symbol pembeda pada penduduk Rohingya yaitu “Banggala”/Bangladesh.
3. Dehumanisasi:
- Pembantaian dan pembunuhan
- Dibatasinya pekerjaan dan pendiidkan
4. Terorganisir dan terencana:
- Militan pemerintah menjadi tokoh utama pembantaian
- Pembantaian yang terorganisir pada rumah penduduk
5. Polarisasi (Pemisahan secara ekstrim antar 2 golongan):
- Pembatasan interaksi antar rohingya dan warga lain
-Propaganda pemisahan etnis Rohingya didengungkan secara nyaring
6. Tahap Persiapan:
-Ditahun 2014 etnis Rohingya dimyanmar dikarantina pada wilayah pembunuhan secara tidak langsung.
7. Pembersihan:
-Pemerintah Myanmar melancarkan pembantaian etnis terhadap Rohingya
8. Penyangkalan:
-Pemerintah Myanmar atas nama Aung Sang Suki membantah seluruh tuduhan atas pembersihan etnis Rohingya di Myanmar
- Menuduh kelompok pemberontak/Arsa yang membakar desa-desa di Rohingya.
Siapakah Rohingya? PBB mendefinisikan Rohingya sebagai minoritas agama dan bahasa dari Myanmar barat dan bahwa Rohingya adalah salah satu dari minoritas yang paling dipersekusi atau paling mendapat perlakuan buruk di dunia. Namun asal kata Rohingya, dan bagaimana mereka muncul di Myanmar, menjadi isu kontroversial. Sebagian sejarawan mengatakan kelompok ini sudah berasal dari ratusan tahun lalu dan lainnya mengatakan mereka baru muncul sebagai kekuatan identitas dalam seabad terakhir.
Pemerintah Myanmar berkeras bahwa mereka adalah pendatang baru dari subkontinen India, sehingga konstitusi negara itu tidak memasukkan mereka dalam kelompok masyarakat adat yang berhak mendapat kewarganegaraan. Mereka tinggal di salah satu negara bagian termiskin di Myanmar, dan gerakan dan akses mereka terhadap pekerjaan sangat dibatasi. Secara historis, mayoritas penduduk Rakhine membenci kehadiran Rohingya yang mereka pandang sebagai pemeluk Islam dari negara lain dan ada kebencian meluas terhadap Rohingya di Myanmar. (bbc.com, 2017)
Apa pokok permasalahan di Myanmar? Secara umum orang berpendapat, krisis Rohingya di Myanmar adalah masalah agama. Tetapi menurut Kepala bidang penelitian pada South Asia Democratic Forum, Siegfried O Wolf, krisis ini lebih bersifat politis dan ekonomis.
Dari sisi geografis, penduduk Rohingya adalah sekelompok penganut Muslim yang jumlahnya sekitar satu juta orang dan tinggal di negara bagian Rakhine. Wilayah Rakhine juga ditempati oleh masyarakat yang mayoritas memeluk agama Budha.
Rakhine dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi hal itu menjadi timpang ketika pada kenyataannya tingkat kemiskinan di sana ternyata tinggi. Komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua kelompok.
Mayoritas warga Rakhine menilai Rohingya sebagai saingan dalam hal mencari pekerjaan maupun untuk kesempatan untuk berwirausaha. Dari permasalahan politik, warga Rakhine merasa jika kaum Rohingya telah mengkhianati mereka lantaran tidak memberikan suara bagi partai politik mayoritas penduduk setempat. Hal ini diperburuk oleh sikap pemerintah Myanmar yang bukannya mendorong rekonsiliasi, tetapi malah mendukung kelompok fundamentalis Budha. (merdeka.com, 2016)
Karena keadaan yang mendesak, Rohingya pun akhirnya mencari tempat pengungsian ke berbagai negara.
Pengungsi Rohingya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut ada 87 ribu pengungsi Rohingya yang sudah ada di Bangladesh sejak Jumat (25/8) lalu. Selain itu, ada sekitar 20 ribu pengungsi lain yang saat ini masih berusaha untuk masuk ke Bangladesh. (news.detik.com, 2017). Sementara itu, di Indonesia, hingga awal tahun 2017, tercatat setidaknya 959 menetap dan menyebar di sejumlah daerah di nusantara, mulai dari Aceh, Medan, Makassar hingga Jakarta. (news.okezone.com, 2017).
Berbagai pihak telah melakukan upaya perlindungan dan memberikan dukungan kepada kelompok Rohingya. Berbagai negara bersedia menerima dan menampung pengungsi Rohingnya, begitu juga dengan organisasi-organisasi dunia yang terus memberikan upaya diplomasi untuk menghentikan konflik ini. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi telah melakukan beberapa upaya dengan melaksanakan pertemuan dengan pejabat terkait di Myanmar.
Mahasiswa Unpas bersama Rohingya. Unpas sebagai salah satu Universitas swasta di Bandung, turut mengupayakan perlindungan dan dukungan terhadap kelompok Rohingya. Dengan semangat pengabdian, mahasiswa Unpas akan segera melakukan tindakan nyata yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait bencana sosial yang menyangkut kelompok Rohingya, serta membuat dukungan baik secara moral maupun secara material untuk kelompok Rohingya.
Sumber :
https://m.kumparan.com/denny-armandhanu/8-tahapan-genosida-terhadap-rohingya-oleh-myanmar
https://triezt.wordpress.com/study/hak-asasi-manusia-ham/
https://international.sindonews.com/read/1236708/43/oki-kecam-pelanggaran-ham-terhadap-rohingnya-di-myanmar-1504581424
http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41149698
https://news.detik.com/internasional/3628598/pbb-sebut-87-ribu-pengungsi-rohingya-sudah-ada-di-bangladesh
https://news.okezone.com/read/2017/09/04/337/1769032/masalah-pengungsi-rohingya-di-indonesia-telah-dipetakan-ini-uraiannya
https://www.merdeka.com/dunia/apa-sebenarnya-penyebab-myanmar-menindas-muslim-rohingya.html
Press Realese Badan Eksekutif Mahasiswa
Kabinet Jalak Harupat 2017-2018
Universitas Pasundan
Beri Komentar