Jurnalis Juga Buruh!
Opini, Rinaldi--Profesi di bidang jurnalistik adalah pekerjaan yang digeluti oleh wartawan atau jurnalis. Pers, yaitu media yang memiliki peran sebagai lembaga sosial dan ekonomi; pers merupakan paying bagi para wartawan untuk mencari nafkah serta berkontribusi dalam kegiatan jurnalistik (mencari, mengolah, menyebar-luaskan berita). Menjadi seoraang jurnalis bukanlah perkara yang mudah di lakoni. Misal, beratnya medan liputan yang dihadapi, rentan terkena intimdasi---bagi yang merasa dirugikan dengan berita-nya.
Bila dahulu tepatnya pada zaman kolonialisme (Hindia Belanda) militansi pers terasa pekat geloranya, mengkritikk secara tajam kebijakan-kebijakan koloni yang merugikan rakyat melalui media yang dikenal Medan Prijaji. Tirto Adhi Soerjo yang tak lain ialah tokoh pers dan dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan Indonesia, berkat kritikan-nya ia pun di tangkap dan dibuang dari jawa ke pulau bacan, dekat Halmahera (Maluku Utara). Setelahnya, Sosok Mochtar Lubis yang mewakili Harian Indonesia Raya mengalami larangan terbit selama era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kritik yang pedas terhadap penguasa pada saat itu, tahun 1970 Harian Indonesia Raya dibredel Oleh Rezim junta Militer Soeharto.
Peran pers dalam rentang zaman berbeda sungguh terasa mewakili aspirasi rakyat, memang zaman sudah berubah tetapi peran pers tidaklah berubah. Hal-hal yang dihadapi oleh para pewarta hari ini pun berbeda 180 derajat. Tirho Adhi Soerjo menghadapi cengkraman Kolonialisme sedangkan Mochtar Lubis dibelit oleh dua rezim yang saling berparadoks. Lantas,apa yang hadapi oleh wartawan hari ini?
Kapitalisme berkontradiksi menyentuh lini kehidupan manusia termasuk media masa, oliogopoli dilakukan oleh segenlintir pemodal kelas kakap di Indonesia:
- MNC [Media Nusantara Citra Group] Oleh Hary Tanoesoedibjo
- Mahaka Media Group oleh Erick Thohir
- Kompas Gramedia Group oleh Jakob Oetama dan Agung Adiprasetyo
- Jawa Pos Group oleh Dahlan Iskan
- Media Bali Post Group [KMB] Oleh Satria Narada
- Elang Mahkota Teknologi [Emtek] Oleh Eddy Kusnady Satriaatdmaja
- Lippo Group Oleh James Riady
- Bakrie & Brother’s [Visi Media Asia] oleh Anindya Bakrie
- Femina Group oleh Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo
- Media Group oleh Surya Paloh
- Mugi Reka Abddi Group oleh Dian Muljani Soedarjo
- Trans Corporation oleh Chairul Tanjung.
Keduabelas nama ini menguasai media di Indonesia; stasiun televisi, radio, tabloid, koran maupun media online.Kapitalisme di bidang media memang tak terelakan,intrik ekonomi politik menjadi dalang atas dari konglomerasi (media). Sementara itu ---hal ini---menimbulkan dampak yang berbahaya dari konglomerasi media, seperti yang di lansir oleh tempo.co: “Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai ada empat masalah dalam dunia pers Indonesia. Keempat masalah tersebut adalah dominasi kepemilikan, media partisan, media yang tak mendidik dengan menyajikan materi berbau pornografi, dan menjamurnya media abal-abal".
Contoh konkret-nya seperti apa yang dialami Luviana, Jurnalis metro tv. Saat mempertanyakan kinerja penilaian kepada manajemen redaksi. “Kami mempertanyakan soal sistem penilaian terhadap para assisten produser dan beberapa jurnalis lainnya kepada manajemen redaksi……..Kami kemudian berupaya menemui Direktur utama (Dirut) Metro TV yang baru, Adrianto Machribie. Kami menyatakan bahwa ingin mengadakan pertemuan untuk membahas soal buruknya manajemen redaksi yang berakibat pada terhambatnya penjenjangan karir dan gaji karyawan ini. ……Dari berbagai kasus ini, maka saya dan beberapa teman kemudian membentuk organisasi karyawan untuk menyelesaikan beberapa persoalan di redaksi Metro TV, karena masalah ini tak hanya menimpa asisten produser dan produser, namun juga menimpa teman-teman kami yang lain yang punya persoalan dengan gaji, jenjang karir dan status mereka…….Pada 22 Desember 2011, Dadi Sumaatmadja meminta saya untuk pindah ke program acara Metro Malam. Di saat yang sama, saya juga memberikan evaluasi pada program Metro Malam yang banyak melakukan pelanggaran HAM dan tidak sensitif gender, misal: menayangkan wajah tersangka secara terbuka, menayangkan wajah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sedang dikejar-kejar petugas keamanan secara terbuka dan menayangkan tayangan-tayangan kekerasan secara vulgar.
Perlakukan manajemen redaksi yang subyektif dan tidak juga memberikan solusi ini akhirnya membuat puluhan produser dan assisten produser kecewa. Kurang lebih 30 orang produser dan assisten produser Metro TV kemudian memutuskan untuk keluar. Mereka sudah tidak tahan atas perlakukan dan penilaian secara subyektif dari manajemen redaksi Metro TV”.
Kesewenang-wenangan terhadap Luviana dan rekan-rekan nya yang lain hanya segelintir benang merah kusut ‘pers Indonesia’, yang tak hanya dialami oleh para buruh pabrik semata. Padahal apa yang dilakukan oleh-nya tak lain hanya ingin mengoreksi kinerja manajemen redaksi yang secara tidak langsung melanggar kode etik pers. Demoraksi timpang terjadi dalam ruang redaksi---manajemen redaksi terkesan otokritik.
"Sistem kerja di perusahaan media belum membaik seperti jam kerja, hak jurnalis perempuan misalnya hak cuti hamil dan menyusui serta sistem penggajian yang belum layak," ujar ujar Sekertaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Suwarjono, dalam diskusi publik soal keselamatan kerja jurnalis dan kebebasan pers di kantor Dewan Pers, Jakarta, Jumat.
Peraturan Mentri Tenaga Kerja (Permenakertrans) No. 19 Tahun 2012 dalam pasal ayat yang berbunyi: “Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusaahaan penyedia jasa pekerja/buruh”.
Peraturan ini kian mencekik para jurnalis maupun calon jurnalis yang ada di seluruh Indonesia. Bayang-bayang akan pemutusan kontrak bisa datang tanpa diduga, dalam sistem kapitalisme, pemodal semakin di atas angin mengingat negara (pemerintah) hanya selaku fasilitator untuk memuluskan modal yang akan berakumulasi untuk keuntungan-nya. Pemenerintah mengeluarkan regulasi untuk membuat tunduk para pekerja/buruh. Terpenting dari kesemua hal yang telah diuraikan, jangan sampai para jurnalis kehilangan daya kritis untuk bertanya, mencari, mengolah dan menyebarluaskan berita.
Maka jurnalis harus berserikat untuk menjaga solidaritasnya antar sesama kawan profesi-nya untuk bersama-sama mengahadang konglomerasi media yang mencekik tiap jengkal kehidupan absurd ini. Setiap penindasan bersifat objektif bisa terjadi kepada siapa pun, Mahatma Gandi pernah berkata: “Ketidakpatuhan sipil merupakan hak bawaan setiap warga negara.”
Referensi
6.
Gandhi the Man/Eknath
Easwaran;penyunting , Ikhdah Henny---Yogyakarta: Bentang,2013[Cet, 4 , 2014]
Rinaldi Fitra Riandi
Ilmu Komunikasi 2015
FISIP Unpas
Ilmu Komunikasi 2015
FISIP Unpas
Beri Komentar