Refleksi Aksi 411 dan 212 Sebagai Wujud Hati Nurani Umat Muslim
Opini, Zaky -- Sekadar mengulas dari isu yang baru-baru ini terjadi. Terkait aksi damai 4 november dan aksi lanjutan yang diberi nama aksi super damai yang berlangsung pada tanggal 2 Desember. Awal mula kejadian tersebut adalah ketika Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama mengeluarkan statement bermuatan SARA yang menyebutkan bahwa ayat Al Quran yang tercantum didalam surat al-maidah ayat 51 digunakan sebagai alasan untuk tidak memilih dirinya dalam pemilihan gubernur yang akan berlangsung pada februari 2017 nanti. Berikut adalah kutipan kalimat yang disampaikan Ahok, “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho”.
Jika dikaitkan dengan aksi damai yang berlangsung pada tanggal 4 november 2016, hal ini muncul karena mosi tidak percaya dari masyarakat khususnya umat muslim yang merasa akidahnya terusik karena pernyataan Ahok. Masyarakat menuntut keadilan dari aparat penegak hukum yang dianggap lamban dalam penanganan kasus tersebut bahkan terkesan menutup-nutupi dan terkesan melindungi Ahok. Kemudian setelah aksi damai 4 november berlangsung, tidak lama kemudian pihak kepolisian menetapkan status ahok sebagai tersangka setelah bukti yang terkumpul dan keterangan dari saksi dianggap kuat untuk menetapkan tersangka kepada ahok.
212 adalah aksi lanjutan dari aksi 411 setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Loh ko ada aksi 212 sedangkan Ahok yang dituntut sudah dijadikan tersangka? Masyarakat menginginkan pihak berwenang segera menjatuhkan vonis kepada tersangka (Ahok). Ketakutan masyarakat adalah pihak kepolisian hanya akan mengulur-ulur waktu karena di balik itu akan ada yang melindungi Ahok.
Dalam hal ini sudah jelas jika Ahok bersalah, karena:
1. Ahok mengeluarkan statement yang menyakiti hati nurani umat islam
2. Dia menafsirkan ayat Al Quran yang jelas-jelas bukan ahli pada bidangnya. Bahkan mengimaninya pun tidak sama sekali.
3. Secara hukum dia bersalah karena menyangkut unsur SARA.
4. Meskipun beliau telah meminta maaf tetapi proses hukum harus tetap berjalan.
5. Tidak ada pengampunan hukum untuk kasus yang sensitif seperti ini.
Yang menjadi pelajaran bagi khalayak umum dari kasus ini bahwa realita saat ini adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Yang selama ini terjadi adalah bahwa hukum di Indonesia runcing ke bawah dan tumpul ke atas sehingga menimbulkan efek traumatis terhadap masyarakat.
Pembahasan akan sangat panjang bila kasus ini dikaitkan dengan perpolitikan. Akan banyak pihak yang mengambil keuntungan dari kasus penistaan agama ini. Yang pertama adalah bahwa DKI Jakarta dalam waktu dekat ini akan mengadakan pemilihan gubernur yang secara kebetulan Ahok telah dipastikan akan mencalonkan sebagai gubernur DKI berikutnya. Isu ini dianggap hanya sebagai siasat untuk menjatuhkan dirinya (Ahok) di pemilu nanti. Hal ini jelas akan berimplikasi pada elektabilitas pemilih terhadap Ahok. Yang kedua adalah pihak asing yang akan mengambil keuntungan dari kasus ini. Sebelumnya ditakutkan bahwa aksi 411 dan 212 berpotensi chaos yang akan berdampak pada stabilitas keamanan Republik Indonesia. Terlepas dari isu-isu tak sedap yang beredar, tak menutup kemungkinan bahwa itu memang terjadi namun menurut saya itu adalah ulah sekelompok oknum yang ingin memecah belah dan mengacaukan suasana kondusif yang sejatinya terjadi pada aksi tersebut.
Namun mari bebaskan pikiran terlebih dulu dari segala kemungkinan yang akan terjadi. Hukum sebab akibat bahwa suatu akibat takan muncul tanpa adanya sebab. Dan sebab munculnya kasus ini adalah murni terkait unsur SARA.
Bagi umat muslim akidah adalah yang paling utama. Boleh ditanya kepada setiap umat muslim apakah alasan mereka ikut serta atau hanya sekedar peduli dan mendukung aksi 411 dan 221. Mereka pasti menjawab ini adalah hati nurani seorang muslim yang merasa tergugah karena telah dizalimi. Kalau mereka merasa biasa saja dengan adanya kejadian ini, maka kepekaan dan kepeduliannya dipertanyakan. Saya heran saat segelintir orang yang berkata dengan nada sumbang, kenapa harus pake demo segala? Untuk apa? Kurang lebih seperti itu yang sering kali saya dengar. Sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan untuk hal yang sesederhana itu. Bukankah kita diajarkan tentang Amar ma'ruf nahi munkar yang maksudnya adalah sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk (kemungkaran). Frasa ini dalam syariat Islam hukumnya adalah wajib. Kita tinggal memilih diantara keduanya, jika kita tidak mampu melakukan keduanya, pilihlah salah satunya. Dan jika kita baru mampu untuk pilihan yang pertama maka jangan mencela orang yang sedang mencegah kemungkaran.
Setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru dan setiap kejadian adalah pelajaran. Alangkah baiknya jikalau kita mengambil hikmah dari kejadian ini utuk saling menghargai karena toleransi ditengah keberagaman adalah hal yang mutlak dimiliki setiap individu ataupun kelompok agar terciptanya suasana yang aman dan damai. Perbedaan adalah hal yang paling indah yang telah diciptakan oleh Tuhan. Maka kenapa kita harus mempersalahkannya?.
Kamaludin Nur Zaky
Hubungan Internasional 2015
FISIP Unpas
Beri Komentar