Header Ads

Ipah Rosipah, Mahasiswi FISIP Unpas Isi Seminar di Korea

Ipah Rosipah, ketika berbagi pengalamannya di Auditorium Soonchunyang University, Asan, Korea Selatan, Rabu (11/5).
Jeonju, South Korea, BPPM – Sudah enam tahun, Ipah Rosipah (KS’11) menjadi pengelola panti asuhan Al-Qomariyah, di Bandung. Banyak hal telah diabdikannya untuk menyejahterakan anak-anak yang notebene terlantar. Dedikasinya selama ini, telah sukses membuat anak pantinya berpikiran maju. Selain bisa membangun kepercayaan diri anak-anak panti. Ipah bersama rekannya berhasil menyekolahkan belasan anak, bahkan hingga ke perguruan tinggi. Di tahun 2016 ini, bersama anak-anak, Ipah pun sedang giat berwirausaha produksi bantal tidur.

Perjuangan Ipah mengelola panti membuat penasaran seorang Profesor bidang Kesejahteraan Sosial dari Chonbuk National University (CBNU), Korea Selatan, Choi Wongyu. Dia yang juga merupakan Ketua Asosiasi Pekerja Sosial Jeonju, tertarik untuk mengundang Ipah diikutsertakan dalam program pertukaran pelajar “The Feeling Korea” antara Unpas dengan kampusnya, 7-19 Mei, dan menjadi pemateri pada seminar "Sharing Experience" di Soonchunhyang University, 11 Mei.


Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Sabtu 7 Mei 2016, pukul 22.00 WIB, Ipah berangkat dari Jakarta menuju Incheon, Seoul, menggunakan maskapai Korean Air. Dia tiba di Incheon pukul 7.00 waktu Korea, dan disambut oleh Choi bersama perwakilan mahasiswa. Dari Incheon, mereka langsung menuju CBNU di Jeonju yang memakan waktu 3 jam perjalanan menggunakan bis. Akomodasi Ipah selama di sana ditanggung oleh pihak CBNU, termasuk menginap di mess mahasiswa milik universitas kategori 15 besar Korea Selatan itu.


Adapun alasan Choi mengundang Ipah, bermula ketika dia bersama 25 mahasiswanya berkunjung ke Bandung dalam rangka kerjasama program volunteer dengan Unpas, Januari lalu. Rombongan CBNU pun sempat mendatangi panti asuhan Al-Qomariyah, Margahayu, Bandung. Choi terkesan dengan cara Ipah mengelola panti asuhan sehingga berdampak pada kepercayaan diri anak-anak.


Februari 2016, Choi berkomunikasi langsung dengan Humas Unpas, Dadang Bainur, menunjukkan ketertarikannya pada Ipah melalui email. Tujuannya mengundang Ipah untuk ikut pada salah satu program CBNU dan menjadi pembicara seminar di Soonchunhyang University. Kepastian Choi telah direkomendasikan kepada pihak CBNU dan kampus lainnya Soonchunyang University, di Kota Asan. 


It’s my pleasure to recommend Miss Ipah Rosipah to participate at “The Feeling Korea” program of CBNU. She has shown an excellent leadership and high level of acceptance of multicuturality. Also there has been many occasions which Miss Ipah had ventured herself since early years including established Al-Qomariyah orphanage. If there will be opportunities for Miss Ipah to tell her experience and ventures to the students in CBNU and other universities, they will help to strengthen the ventureship and social workers mission of the social work students in Korea,” kata Prof. Choi.


Choi Wongyu ingin Ipah memotivasi dan memberi inspirasi kepada mahasiswa pekerja sosial di Korea Selatan agar membuat aksi yang lebih nyata. Choi mengaku terkesan tidak hanya tentang aspek kepemimpinan Ipah, tetapi melihat aspek kepedulian anak muda di Indonesia yang kebanyakan mau memanfaatkan usia produktifnya untuk mengurusi anak terlantar. Di Korea, kata Choi, pemandangan seperti itu jarang terjadi.

“Anak-anak panti asuhan begitu humble, friendly, dan menyenangkan kepada orang baru. Ini tidak seperti yang biasa kita lihat sebelumnya di Korea, mungkin karena yang mendirikan anak muda. Anak muda di Korea masih jarang melakukan hal serupa. Banyak lembaga sosial tapi sedikit anak muda,” kata Choi dalam kunjungan ke panti Al-Qomariyah, saat itu.


Pada hari-H pelaksanaan agenda, 11 Mei 2016, Ipah Rosipah dan Profesor Choi berangkat menuju Kota Asan—2,5 jam perjalanan dari CBNU di Jeonju—untuk mengisi seminar “Sharing Experiencekepada mahasiswa Soonchunhyang University. Perasaan gugup menghampiri Ipah karena itu menjadi pengalaman pertama mengisi seminar di luar negeri. Ipah mengaku, tak bisa membayangkan jika hanya ada respon kecil ketika orang Indonesia seperti dirinya berbagi ilmu di negara orang.

Jam menunjukkan 10.30 waktu setempat, Ipah sampai di Soonchunhyang University, rasa gugup semakin kuat ditambah suhu dingin membuatnya sulit untuk mengontrol diri. Saat mereka memasuki kampus, dan Choi hendak membuka pintu auditorium—tempat diselenggarakannya seminar—langkahnya mulai gemetar, grogi namun berupaya tetap fokus. Namun ternyata di luar dugaan, saat pintu auditorium dibuka, rupanya kursi telah dipenuhi mahasiswa, bahkan melebihi kapasitas 150 orang. Ipah masuk ruangan, mahasiswa langsung memberi tepuk tangan luar biasa.


Choi Wongyu membuka seminar, di hadapan mahasiswa ia meminta Ipah untuk berbalik badan membelakangi mahasiswa. Karena gugup, Ipah hanya mengangguk dan nurut-nurut saja. Di penutup sambutannya, Choi menyuruh Ipah berbalik badan lagi. Saat itu pula, Ipah tak pernah menyangka ternyata seluruh mahasiswa mengangkat sejumlah kertas karton besar dengan tulisan selamat datang untuknya.

“Tidak menyangka sangat disambut, ruangan besar seperti bioskop, pertama datang ditepuk-tangan parah sama audiens. Saya udah kaya pembicara internasional, dibikin spanduk, layar diseting, alat presentasi lengkap. Awal sebelum bicara, saya disuruh lihat ke belakang, pas balik badan ternyata semua mahasiswa bikin ucapan selamat datang dari kertas karton,” kata Ipah kepada kami, Selasa (24/5).


Ipah mengatakan, dengan sambutan seperti itu justru mengubah gugupnya menjadi rasa semangat berlipat ganda. Ia kali ini bisa fokus untuk memulai bicara. Presentasi pun dia awali dengan menanyakan kabar menggunakan bahasa Korea. “Annyeonghaseyo?” kata Ipah kepada mahasiswa meski disahut gelak tawa mereka yang semuanya asli warga Korea.


Pada kesempatan itu, Ipah memaparkan pengalamannya mengelola panti asuhan sejak 2010. Tanpa terbata-bata, ia menyampaikan semua kisahnya dengan bahasa Inggris meski pelan-pelan agar mahasiswa mudah menangkap pembicaraan. Sudah dua jam Ipah berdiri di atas panggung, dan waktunya mahasiswa bertanya tentang pengalamanya. Pada sesi tersebut, banyak mahasiswa yang  antusias, mulai dari pertanyaan sebarapa terbuka-kah panti asuhan yang islami kepada anak terlantar beragama lain; bagaimana cara panti asuhan bisa bertahan terutama soal pendanaan; juga program-program seperti apa yang kebanyakan dilakukan di Indonesia, termasuk Al-Qomariyah.


Lantaran telah lama berkecimpung mengurusi panti asuhan, semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik. Saat ditanyai BPPM soal pertanyaan apa yang paling bagus dari mereka, Ipah menjawab, yaitu ketika ada yang bertanya soal sistem zakat. “Itu bagi saya luar biasa, ketika masyarakat Korea yang kebanyakan tidak beragama bisa bertanya soal sistem zakat. Dan bagi saya juga jadi tantangan luar biasa saat harus menjelaskan zakat kepada orang yang kebanyakan tidak beragama,” kata Ipah.


Usai membagi pengalaman kepada mahasiswa Soonchunhyang, Ipah berharap agar mahasiswa Korea khususnya yang sedang dan akan aktif menjadi pekerja sosial, harus lebih perhatian dan punya ide brilian untuk membantu anak-anak terlantar agar berkembang. Apalagi, lanjut Ipah, Korea sedang mengalami krisis angka kelahiran anak yang hampir nol. “Itu akan menjadi fokus konsen yang amat menarik,” katanya.


Profesor, Choi Wongyu, Ph.d (tengah) saat memberikan donasi untuk panti asuhan Al-Qomariyah secara simbolis kepada Ipah Rosipah di salah satu sudut kampus CBNU.


Agenda mengisi seminar beres, selanjutnya 13 Mei 2016, Ipah berkesempatan mengisi kegiatan serupa di sebuah ruang kelas Chonbuk National University. Sama halnya saat seminar di Soonchunhyang, mahasiswa CBNU dari berbagai program studi yang hadir pun proaktif menanyakan hal yang berkaitan dengan pengalaman Ipah mengelola panti.

Dari dua agendanya di Korea tersebut, Ipah mengaku sangat merasakan bagaimana cara masyarakat Korea menghargai sebuah dedikasi orang Indonesia, bahkan beberapa organisasi amal di sana rela memberi dana bantuan total 2.6 juta won untuk pengembangan panti Al-Qomariyah. Kendati demikian, rupanya ada satu hal yang Ipah sayangkan yaitu saat berbicara kepada ratusan mahasiswa Soonchunhyang, sama sekali tidak ada perwakilan Unpas yang hadir mendampingi. Padahal, di waktu yang sama Wakil Rektor I, Jaja Suteja, dan Wakil Rektor III, Deden Ramdan sedang di Korea melakukan karyawisata di Seoul. (Abas)

Tidak ada komentar