Header Ads

Wujud Kebebasan Sipil

Opini, Wawan--Tulisan ini  secara garis besar saya kutip dari tulisan Nurcholish Madjid yang saya rasa sangat penting untuk kita ketahui sebagai masyarakat sipil di Indonesia sebagai wujud kita  berpartisipasi dalam konteks kenegaraan. Tulisan ini hanya garis besar dari pemikiran Cak Nur terhadap sosio-kultur di Indonesia, namun saya menambahkan beberapa aspek untuk melengkapinya berdasarkan pemikiran saya tentang kebebasan sipil.

Dua wujud nyata kebebasan sipil itu, yaitu kebebasan pers dan kebebasan akademik menjadi tiang penyangga demokrasi. Kebebasan Pers telah diyakini sebagai kekuatan keempat sistem yang demoratis, setelah badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Karena itu, membangun masa depan yang lebih baik adalah perkara mustahil tanpa partisipasi pers bebas yang menyadari tugasnya untuk bangsa dan negara dengan baik. Sementara, kebebasan akademik akhir-akhir ini bahkan telah dipandang sebagai ‘ruang suci’ (sacred space) yang harus dijaga jangan sampai ternoda. Sebab kebebasan akademik yang terlembagakan dalam pranata perguruan tinggi, adalah bentuk kegiatan penyiapan masa depan yang lebih jauh.

Berjalan seiring dengan pengembangan dan pemeliharaan kebebasan-kebebasan sipil ialah fungsionalisasi yang lebih mantap terhadap pranata-pranata eksekutif, legislatif dan yudikatif, mengikuti garis pembagian tugas dan kewajiban yang jelas antara masing-masing pranata itu. Meskipun pikiran asal tentang Trias Politica tidak mungkin dilaksanakan secara murni mutlak, namun gagasan pembagian tugas itu merupakan ciri amat penting demokrasi yang mapan dan maju, karena merupakan wujud terpenting jalannya mekanisme checks and balances. Masa depan yang lebih baik tidak mungkin menjadi kenyataan jika masih berlangsung terus-menerus dalam kekacauan dan kekaburan pembagian tugas tiga soko guru sistem demokrasi itu.

Keseluruhan agenda di atas itu memerlukan suasana kecukupan ekonomi, terutama sandang, pangan, dan papan—secara minimal namun cukup memadai—serta suasana aman dan tenteram oleh tegaknya keadilan dan tingkat pemerataan tertentu pembagian kembali kekayaan nasional. Perlu selalu diingat dengan tegas bahwa Indonesia dirancang sebagai ‘negara bangsa’ (nation state), sebuah konsep bernegara yang dirancang dalam kepentingan seluruh komponen bangsa tanpa kecuali atau diskriminasi. Maka dalam negara bangsa kekayaan nasional harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pembagian kembali kekayaan nasional itu secara adil dan merata. Oleh karena itu harus dicegah terbukanya jalan bagi penumpukan kekayaan pribadi secara tidak adil dan tidak sah. Lebih-lebih lagi jika kemungkinan yang tidak benar itu terkait dengan sistem yang membuka peluang lebar bagi beroperasinya pengaruh negatif sistem ekonomi global, maka pencegahannya harus dilakukan dengan memperkuat Indonesia sebagai negara bangsa yang berdaulat (sovereign nation state) tidak saja secara politik, tetapi juga secara ekonomi.

Hubungan ekonomi global harus dimanfaatkan demi kepentingan nasional dan sama sekali tidak boleh melanggar kedaulatan nasional itu. Suasana yang tercipta dapat diarahkan kepada rintisan reformasi ekonomi yang lebih mendasar dengan mendorong inisiatif-inisiatif produktif dari bawah. Kebebasan dalam skala yang menyeluruh adalah kondisi yang langsung dapat ikut menopang tumbuhnya kemampuan mengambil inisiatif dari bawah di segala bidang, khususnya bidang ekonomi, berwujud meningkatnya produksi barang-barang keperluan hidup sehari-hari sampai kepada peningkatan produksi peralatan mesin (machine tool).

Ekonomi fisik berdasarkan kemampuan produksi dan pasar domestik harus tumbuh dan berkembang kuat, sebanding, dan sejajar dengan ekonomi moneter finansial yang berdimensi global. Diperlukannya penanaman modal dari masyarakat ekonomi global adalah justru demi memperkuat dan mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri itu dan pemasaran domestiknya. Sebagai negara besar kita harus memiliki kepercayaan diri yang besar pula akan kemampuan diri sendiri, dan harus menampilkan diri dalam pergaulan global sebagai negara besar yang tegak dengan kedaulatannya.

Kontinuitas proses pertumbuhan bangsa menuju masa depan yang terus-menerus bertambah baik itu sangat banyak dipertaruhkan kepada peningkatan kualitas manusia pribadi para warga negara. Usaha ke arah itu melibatkan keharusan adanya kesungguhan amat tinggi untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pendidikan nasional pada seluruh wilayah negara dan komponen masyarakat. Manusia adalah tujuan pembangunan itu sendiri, karena pembangunan menjadi bermakna hanya jika menciptakan kebahagian pada manusia. Tetapi kebahagian juga ada dalam kerja itu sendiri dan dalam pengalaman batin mencapai keberhasilan. Kerja yang berhasil adalah kerja dengan keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan. Jadi pendidikan mempunyai peran dalam meningkatkan kebahagian pribadi sebagai tujuan pembangunan, sekaligus peran dalam meningkatkan keahlian dan keterampilan kerja seseorang sebagai sumber daya. Maka pendidikan, di samping meningkatkan kualitas kebahagiaan sekaligus juga kualitas kerja dan produktivitas.

Pemerataan pendidikan adalah juga pemerataan daya serap pembagian kembali kekayaan nasional dan pemanfaatannya. Jadi pendidikan juga berkait langsung dengan usaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, sebagai tujuan akhir didirikannya negara. Dalam sebuah negara, jelas sekali wilayah dengan penduduk yang cerdas akan lebih maju dan lebih banyak menikmati kekayaan nasional daripada wilayah dengan penduduk yang berpendidikan tidak memadai. Hal itu terjadi tanpa terkait terlalu banyak dengan potensi kekayaan sumber daya alam wilayah bersangkutan. Tetapi, jika suatu wilayah jelas-jelas memiliki kekayaan alam yang besar dan menjadi sumber kontribusi besar bagi kekayaan nasional, maka wilayah itu dengan sendirinya berhak mendapat porsi pembagian kembali kekayaan nasional itu secara adil dan wajar.

Kelalaian dalam masalah ini akan menimbulkan problem ketidak-adilan antar wilayah atau lebih buruk lagi, antara pusat dan daerah. Kerusuhan dan kekacauan di berbagai wilayah tanah air yang merupakan bagian dari krisis multi-dimensi ini dapat dipandang sebagai akibat hilangnya rasa keadilan tersebut dan dampak dominasi pusat yang tidak memberi kelonggaran secukupnya bagi pengembangan budaya daerah. Dengan kata lain, ada segi kultural dalam ketidakpuasan daerah kepada pusat, yaitu segi gelagat mengingkari keanekaragaman budaya Nusantara dan hak masing-masing budaya itu untuk mengembangkan diri di bidang pemerintahan, sosial dan ekonomi. Sekalipun otonomisasi daerah yang mulai diterapkan sekarang ini masih sedang dalam proses ‘coba dan salah’ (trial and error) yang mengkhawatirkan, namun pada dasarnya tetap bernilai positif. Karena itu, otonomisasi harus dilanjutkan dan dikembangkan, sekaligus diarahkan menuju bentukbentuk pelaksanaannya yang produktif dan menopang kepentingan nasional.

Pada akhirnya kebebasan-kebebasan sipil ini yang diwujudkan dalam dua hal yaitu kebebasan pers dan kebebasan akademik harus menjadi sebuah tonggak baru dalam sebuah demokrasi khususnya di indonesia yang memiliki teritorial yang sangat luas. Kebebasan-kebebasan sipil merupakan ruang suci yang harus selalu dijaga untuk menciptakan sebuah keadilan di setiap wilayah di indonesia. Sehingga partisipasi masyarakat (sipil) juga menjadi satu hal yang paling penting untuk tetap menegakan kebebasan sipil ini. (Kurniawan M. Thaib, Administrasi Bisnis 2013)

Tidak ada komentar