Tak Ada Sanksi Tegas, Dosen Masih Gabungkan Kelas
Lengkong Besar, BPPM -- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpas masih mengalami problematika dalam bidang akademik. Berdasarkan laporan dari petugas piket dan keluhan dari mahasiwa, masih ada dosen yang menggabungkan jadwal kuliah berbeda ke dalam satu kelas. Padahal, Wakil Dekan I Heri Erlangga telah menghimbau dalam rapat dosen dan surat tugas agar tidak lagi melakukan penyatuan kelas.
“Pertama kita sudah menyampaikan di dalam rapat dosen, kedua di dalam surat tugas itu lampirannya, ada tidak diperkenankan untuk menggabungkan kelas”, tegasnya saat diwawancarai pada Rabu (25/2).
Hal tersebut menyebabkan penggembungan terhadap rasio kelas. Berdasarkan syarat yang telah ditentukan seharusnya standar rasio kelas itu 1:45. Artinya satu ruang kelas dengan satu pengajar hanya dapat menampung maksimal 45 orang. Tetapi, FISIP memiliki rasio kelas yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Di kita rasio kelas nya 1:50-1:55, itu sudah gemuk jadi kalau digabung lagi tambah gemuk. Yang dikhawatirkan itu mahasiswa yang tidak kebagian kursi gotong-gotong kursi ke kelas gara-gara digabung,” ujar Heri.
Neng Yanti (IK’13) mengatakan pernah mengalami penggabungan kelas pada mata kuliah Dasar-Dasar Humas. Kurangnya bangku dan padatnya jumlah mahasiswa menjadikan kelas tidak efektif. “Saya agak kurang nyaman kelas digabung, kan satu kelas itu 50 orang kalau digabung jadi 100 orang, belum lagi kalau ada yang terlambat malah jadi enggak kebagian tempat duduk,” katanya.
“Kelas tidak efektif, kita aja yang satu kelas ada yang main handphone-lah, yang ngobrol lah, gimana yang digabungin?” tambah Yanti mengeluhkan.
Lain halnya di Jurusan Hubungan Internasional yang menggabungkan mata kuliah Politik Global Amerika Serikat karena masih adanya bentrok jadwal mata kuliah lain. “Karena bentrok dengan jadwal dan berdasarkan inisiatif dari mahasiswanya sendiri karena tidak ingin bentrok jadi digabungin,” kata Umar (HI’12). Menurutnya tidak masalah dengan adanya penggabungan kelas.
Menanggapi ini, Wakil Dekan I, Heri Erlangga, akan menyurati dosen yang melakukan penggabungan kelas dan sanksi pengurangan SKS. “Solusinya disurati, dan dihimbau kepada Jurusan untuk mengevaluasi mempertimbangkan adanya pengurangan SKS supaya bisa lebih mengatur waktunya untuk mengajar,” ujarnya. Ia pun berharap ke depannya dosen dapat menjalankan tugas pokonya dan bekerja sesuai dengan jadwal yang sudah diatur.
“Dari tugas pokok dosen mengajar itu, dijalankan sesuai dengan tugas pokoknya mengajar, sesuai dengan jadwal yg sudah diberikan, karena sekali lagi yang namanya penggabungan kelas itu berisiko pada rasio kelas,” tuturnya. (Fevi)
“Pertama kita sudah menyampaikan di dalam rapat dosen, kedua di dalam surat tugas itu lampirannya, ada tidak diperkenankan untuk menggabungkan kelas”, tegasnya saat diwawancarai pada Rabu (25/2).
Hal tersebut menyebabkan penggembungan terhadap rasio kelas. Berdasarkan syarat yang telah ditentukan seharusnya standar rasio kelas itu 1:45. Artinya satu ruang kelas dengan satu pengajar hanya dapat menampung maksimal 45 orang. Tetapi, FISIP memiliki rasio kelas yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Di kita rasio kelas nya 1:50-1:55, itu sudah gemuk jadi kalau digabung lagi tambah gemuk. Yang dikhawatirkan itu mahasiswa yang tidak kebagian kursi gotong-gotong kursi ke kelas gara-gara digabung,” ujar Heri.
Neng Yanti (IK’13) mengatakan pernah mengalami penggabungan kelas pada mata kuliah Dasar-Dasar Humas. Kurangnya bangku dan padatnya jumlah mahasiswa menjadikan kelas tidak efektif. “Saya agak kurang nyaman kelas digabung, kan satu kelas itu 50 orang kalau digabung jadi 100 orang, belum lagi kalau ada yang terlambat malah jadi enggak kebagian tempat duduk,” katanya.
“Kelas tidak efektif, kita aja yang satu kelas ada yang main handphone-lah, yang ngobrol lah, gimana yang digabungin?” tambah Yanti mengeluhkan.
Lain halnya di Jurusan Hubungan Internasional yang menggabungkan mata kuliah Politik Global Amerika Serikat karena masih adanya bentrok jadwal mata kuliah lain. “Karena bentrok dengan jadwal dan berdasarkan inisiatif dari mahasiswanya sendiri karena tidak ingin bentrok jadi digabungin,” kata Umar (HI’12). Menurutnya tidak masalah dengan adanya penggabungan kelas.
Menanggapi ini, Wakil Dekan I, Heri Erlangga, akan menyurati dosen yang melakukan penggabungan kelas dan sanksi pengurangan SKS. “Solusinya disurati, dan dihimbau kepada Jurusan untuk mengevaluasi mempertimbangkan adanya pengurangan SKS supaya bisa lebih mengatur waktunya untuk mengajar,” ujarnya. Ia pun berharap ke depannya dosen dapat menjalankan tugas pokonya dan bekerja sesuai dengan jadwal yang sudah diatur.
“Dari tugas pokok dosen mengajar itu, dijalankan sesuai dengan tugas pokoknya mengajar, sesuai dengan jadwal yg sudah diberikan, karena sekali lagi yang namanya penggabungan kelas itu berisiko pada rasio kelas,” tuturnya. (Fevi)
Beri Komentar