Header Ads

Manifestasi Multikultur Yang Telanjang

Opini, Fatah -- Realitas masyarakat memang menawarkan suatu pemahaman dan informasi pengatahuan tersendiri ketika aktualisasi kemampuan di arahkan untuk bisa membacanya (membaca realitas) itu. Dalam pandangan tentang masyarakat, Robert M. Mclver mengatakan: Masyarakat adalah suatu sistem hubungan yang ditata (Society means a system of order Relations) (Mariam budiarjo:2008). Secara analisa penataan dimaksud bisa diartikan sebagai bentuk kepedulian dan rasa hormat terhadap apa yang ada dalam tatanan masyarakat, seperti perbedaan dan keberagaman nilai dalam budaya. 

Salah satu falsafah universitas adalah (jembar budayana), ini memberikan gambaran bahwa Universitas Pasundan juga menghargai serta ikut mensosialisasikan nilai-nilai budaya. Ketika dilihat dalam lingkup akademik, ternyata banyak hal yang bisa dijadikan bacaan dari sana (Realitas). Sebagai sebuah tuntutan untuk bisa mengkomparasikan kebenaran teori yang kita pelajari untuk memahami fenomena yang ada di sekitar kita. Secara subjektif bisa dikatakan realitaslah lembaran buku yang lain, kejadian dan fenomena di dalamnya adalah  tinta bagai lemberan–lembaran tersebut.

Fenomena budaya adalah fenomena yang selalu berdialektika mengarah kepada kepenuhan dirinya dalam roh absolut. Begitulah perhatian Hegel dalam konsepsi budaya ( Ben agger :2003 ). Namun, dilain waktu saat keberadaan realitas ikut berdialektika ( defferent ) maka ( kepenuhan dirinya ) dalam pandangan Hegel sebelumnya mengalami sedikit kontradiksi saat ditelaah secarah kritis. Artinya, budaya tidak tampil secara tunggal untuk dirinya sendiri dan bahkan absulutisme terhadap budaya akan memberikan batasan dan rasa ekslusifitas terhadap kehadiran budaya lain yang berbeda secara nilai dan norma. Sehingga di butuhkan suatu ruang agar keberadaan corak budaya-budaya lain dapat di terimah dalam realitas berbudaya dan bermasyarakat. 

Michael Faoucult memandang budaya juga bukan mengarahkan dirinya kepada sebuah kesempurnaan, melainkan berjalan sesuai ordernya atau hal ihwal yang melingkupinya ( Fahri Hamzah :2010). dengan kejelasan teks, dapat di pahami secara mendasar bahwa pemahaman terhadap kehadiran ragam budaya berdampak postif pada skala yang lebih luas yaitu isu-isu kemanusiaan dan pembangunan.

Konsep kebudayaan memang memiliki segmentasi yang sangat luas (Dalam dimensi tertentu) namun terlepas dari itu, realitas budaya yang hadir di sekeliling kita memberikan jubah budaya yang bukan sekedar untuk di pandang telanjang saja, namun di jadikaan medium agar harapan rasa kebersamaan dapat mengakar dan tumbuh sebagai kekuatan tersendiri. Dari hal ini, Wacana multikulturisme menjadi pertimbangan tersendiri di tengah carut-marut kehidupan sosial dimana sering terjadi konflik-konflik horizontal yang berkedok sosial dan motif lainnya. Multikulturisme sendiri memiliki historis di belahan eropa di tahun 1950-an. Awalnya tampil sebagai pemahaman yang menekankan sejumlah kelompok sosial yang tidak terapresesiasi dalam masyarakat.  Multikulturisme muncul sebagai paham yang menekankan bahwa keberagaman adalah sesuatu hal yang tidak bisa dapat di tolak (Fahri hamzah:2010).

Transformatif pemahaman ini bisa disesuaikan  berdasarkan sosio-cultural yang ada di sekeliling kita dan tentunya di ikuti oleh kesadaran kehadiran kemajemukan dan keberagaman yang menjadi modal tersendiri dalam kehidupan dasar sosial. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang masing-masing mempunyai daerah asal dan kebudayaanya sendiri, yang telah berakar sejak berpuluh-puluh tahun yang silam (Mariam Budiardjo:2008). 

Tempat kita saat ini (kampus) secara tidak langsung adalah sebuah center budaya yang menghadirkan nilai-nilai budaya yang berbeda-beda. Maksudnya, realitas yang ada di hadapan kita saat ini mengetuk pintu kognitif bahwa beragamanan mahasiswa (Manusia) yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tertentu membawakan tipikal budaya yang berbeda satu sama lainnya, sebagai bahan perbedaan mendasar tersebut bisa menjadi pemahaman multikultur yang di jadikan ruang perekat kehidupan sosial-cultural di sekeliling kita. 

Ada sebuah alat perekat yang terbingkai dalam ide kebangsaan yaitu, (Nasionalisme) yang di agungkan pada waktu-waktu pergolakan untuk memobilisasi perlawanan terhadap kaum kolonial di waktu itu. Dalam hal ini ada sinergitas yang kuat walaupun secara geografis berbeda dan terpisah, begitupun bahasa, maupun etnis. Langkah ini berhasil menghantarkan negara pada keadaan sekarang. Namun, apakah  multikultur yang ada dalam kehidupan sekitar  juga bisa di jadikan sinergitas kebersamaan dan kekuatan bersama dalam mengarungi belantara sosial?
Tentu pertanyaan ini hanya bisa di jawab oleh kita sendiri dengan terselebung dalam aplikasinya secara praktis sehingga ada dialog antar-budaya dalam pengalaman individual dan kelompok.

Budaya adalah indentitas bangsa, budaya adalah kekuatan, sehinggah jika saja  ada semacam wadah yang di fasilitasi oleh yang berkapasitas sebagai centere culture studies yang di dalamnya berkecimpung mahasiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda tentu akan terjadi sharing dan diskusi –diskusi kebudayaan dan sosial dalam tujuan berupaya menumbukan keberagaman dalam kehidupan realitas yang luas. (A. Fatah  Rumfot, Prodi Hubungan Internasional 2013)


Tidak ada komentar