Header Ads

UMR Bandung 1,3 Juta, Petugas Kebersihan Unpas Ini Digaji Cuma 200 Ribu


Feature, BPPM -- Waktu menunjuk pukul 4.30 pagi dan langit belum muncul mentari, tapi Encu (70) sudah giat mengangkut sampah yang dipunguti. Ia sisir gedung kampus. Tiga tingkat ruang kelas dan satu lantai basement, tak sejengkal pun ia lewatkan sampah plastik dan organik. Alatnya hanya disediakan seadanya, tapi kerjanya demi mewujudkan kampus yang bersih.

Tatapannya sayu, langkahnya tergopoh menuju sampah-sampah yang tergeletak disekitarnya. Dengan suara pelan, ia menjawab pertanyaan tentang penghasilannya sebulan. “Cuma dua ratus delapan puluh ribu, dek,” katanya.

Ia mengaku, penghasilannya tak pernah mencukupi kebutuhannya apalagi dengan harga-harga yang terus melambung. Karena itu, Encu selalu memikirkan apa yang harus ia makan dan minum dengan gaji seadanya. Itulah rutinitasnya selama hampir 20 tahun bekerja di Unpas.

Sambil memungut sampah, perbincangan terus berlanjut. Usut punya usut, ternyata Encu adalah pegawai outsourcing yang dikontrak Unpas. Kata Encu, penyalurnya berbentuk PT bernama Caraka. Di kampus, ia bukan satu-satunya karyawan yang dikirim PT. Caraka. Ada empat orang lainnya yang bekerja di tempat sama.

Penghasilannya yang kecil membuat keadaan tampak miris. Perusahaannya seolah acuh dengan kebutuhan kakek renta ini. Encu, bahkan sudah lama meminta kenaikan gaji, namun hingga hari ini tak pernah digubris bosnya. “Padahal sudah lama minta naik,” nadanya kesal.

Encu melanjutkan pembicaraan, kali ini pernyataannya menunjukkan ironi. Ia menuturkan, selama bekerja tepatnya saat menerima uang penghasilan, sama sekali ia belum pernah melihat slip gaji. Uang tidak pula dikemas dalam bentuk amplop. Hanya diambil dari orang suruhan perusahaannya.

Bagaimana mungkin perusahaan outsourcing yang sudah berbentuk PT ini, penggajiannya tidak menggunakan bukti administratif? Terdapat keanehan, ketika BPPM Pasoendan menanyakan di mana kantor PT. Caraka berada, Encu menjawab tak pernah tahu di mana alamatnya.

Pengakuan Encu mendorong BPPM Pasoendan menelusuri identitas perusahaaan. Langkah pertama adalah dengan mencari rekam jejak perusahaan di dunia maya. Namun ternyata, mesin pencari google secara mengejutkan tidak menemukan perusahaan ini. Tidak satu pun hasil pencarian merujuk kata kunci Caraka sebagai perusahaan outsourcing, yang ada justru perusahaan cargo di Tangerang.

Langkah kedua adalah mencari nama bos Encu berinisial A yang merupakan alumni Fakultas Hukum angkatan 1991. Semua kata kunci yang merujuk nama bos serta kaitannya dengan perusahaan ini, juga tak berhasil ditemukan mesin pencari. Hasil ini semakin membingungkan lantaran perusahaan sekelas PT apakah mungkin tidak memiliki website?

“Gila aja,” kata Ucok Yusro mahasiswa HI angkatan 2013 yang mengetahui hal ini langsung dari Encu. “Ini ada yang enggak beres,” lanjut Ucok. 

Jika memang PT. Caraka ini ada, besaran upah yang diterima Encu sudah melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 hasil revisi Mahkamah Konstitusi terutama pasal 65 dan 66 mengenai outsourcing. Keputusan MK menyebutkan pekerja alih daya (outsourcing) dan pekerja tetap perusahaan pemberi kerja yang bertugas sama berhak atas manfaat yang adil tanpa diskriminasi.

“MK menyatakan, pasal 65 Ayat (7) dan pasal 66 Ayat (2) Huruf b UU Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar 1945. Putusan ini memperbaiki posisi tawar pekerja alih daya (outsourcing) yang masa kerja sangat bergantung pada kontrak kerja dari perusahaan pemberi borongan,”  demikian kutipan Kompas.com.

“Artinya, pekerja outsourcing berhak mendapat perlindungan kerja tanpa memperhatikan status pekerja tersebut,” lanjut kutipan. Sementara itu, kata Encu bahwa upah pekerja tetap di FISIP Unpas dikatakan Encu sudah masuk UMR. Encu sendiri adalah petugas kebersihan di Fakultas Hukum.

Sejauh ini, Encu mengaku belum pernah menindak-lanjuti kenapa gajinya tidak kunjung naik. Namun beruntung, pihak Fakultas Hukum berbaik hati memberikan upah tambahan sebesar Rp. 600 ribu perbulannya. Encu menuturkan, sebenarnya Fakultas Hukum sudah berinisiasi untuk merekrut Encu sebagai pegawai tetapnya, namun perusahaan katanya menolak. "Gak tahu kenapa saya juga," tambahnya.

Kisah Encu menjadi pemandangan buruk di tengah mahasiswa yang nampak semakin apatis dengan keadaan sosial. Ini seperti tamparan bagi mahasiswa ketika hanya sibuk dengan urusannya masing-masing, sementara rakyat kecil dibiarkan diperlakukan kurang adil.

Demi keadilan, mahasiswa harus mau memperjuangkan nasib yang lemah. Sebagai garda terdepan masyarakat, mahasiswa harus mengawal rakyat menuju kemakmuran. Sampai kapan mahasiswa hanya sibuk dengan persoalan berat, sementara hal kecil terlupakan padahal di lingkungan terdekat? (Fajar)


Foto: Sketsa. Sumber: Google

Tidak ada komentar