Header Ads

Pers Mahasiswa di Kampus, Masihkah Diperhitungkan?

Opini, Rezeki -- Pers Mahasiswa lahir seiring dengan munculnya gerakan kebangkitan nasional yang di pelopori oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa. Karena pada era-nya pers mahasiswa merupakan suatu alat perjuangan bagi kaum aktivis, gerakan mahasiswa dan juga akar kekuatan dalam menyalurkan aspirasi kritis tunas bangsa.

Pers mahasiswa mempunyai kebebasan bersuara. Kebebasan tersebut tentunya kebebasan yang tak boleh bertentangan dengan orang lain. Seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 28 J. “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.

Di era demokrasi banyak sekali tantangan yang di hadapi pers mahasiswa. Pers mahasiswa harus mampu mengahadapi pihak birokrat, baik di kampus maupun pemerintahan. Mengawasi kebijakan-kebijakan baik atau buruk dari pihak birokrat. Disinilah pers mahasiswa memperlihatkan idealisme yang tinggi bahwa mereka akan menyampakain berita yang aktual dan sesuai fakta bukannya melakukan perintah dari pihak birokrat itu sendiri.

Namun idealisme pers mahasiswa hari ini terkesan terlunturkan. Hal itu bukan tidak beralasan, pers mahasiswa kerap mendapat ancaman akademik ketika mereka kritis dalam menanggapi kebijakan yang di keluarkan birokrat itu sendiri. Mulai dari nilai mata kuliah, sulitnya menyelesaikan perkuliahan bahkan sampai ancaman drop out. Meskipun begitu semestinya pers mahasiswa tetap pada idealismenya sebagai lembaga yang menyuarakan kebenaran, janganlah takut terhadap setiap ancaman yang dihadapi. Karena apabila yang diberitakan itu faktual dan masih pada koridor kode etik jurnalistik yang berlaku maka sah-sah saja kita memberitakannya. Pers harus mempunyai keyakinan dan keberanian untuk menyuarakan apa yang selayaknya diketahui publik.

Dalam eksistensinya pers mahasiswa bukan hanya harus memberi informasi dan opini yang benar dan aktual tentang kampus. Tugas berat lainnya yang di emban pers mahasiswa yakni menembus sikap tidak peduli mahasiswa sebagai calon pembacanya, di mana budaya membaca dan menulis di Indonesia yang masih rendah. Masih banyak insan kampus yang cenderung kembali pada budaya hedonis, individualis, dan apatis. Untuk dapat meraih minat baca mahasiswa, pers mahasiswa biasanya menerapkan teknik penyajian judul berita yang sensasional, dan menggemparkan namun harus tetap sesuai prosedur kode etik jurnalistik.

Walaupun pers mahasiswa memiliki banyak sekali tantangan, pers mahasiswa merupakan jembatan aspirasi mahasiswa melalui seni penulisan berita. Pers mahasiswa juga di dukung karena memiliki mangsa pembaca yang potensial untuk dikembangkan yaitu mahasiswa. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi pers mahasiswa agar para mahasiswa yang potensial itu mau membaca terbitannya. Mengangkat isu menarik di sekitar kampus dan memulai gerakan sosialisasi tentang pentingnya minat baca di kalangan mahasiswa. Dan tetap konsisten dengan idealisme untuk membangun semangat pencerdasan bangsa Indonesia. (Rezeki Tosica, IK 2014)

Tidak ada komentar