Header Ads

Hari Ini, Mahasiswa Sebagai Agent Of Event Organizer

Opini, Reshar -- Lembaga kemahasiswaan yang ada di setiap perguruan tinggi memiliki fungsi sebagai wadah pengembangan minat dan bakat mahasiswa. Ingat! Mahasiswa! Setiap kegiatan yang diselenggarakan lembaga kemahasiswaan berguna untuk melatih kepemimpinan, soft skill, teamwork, juga dapat melatih bagaimana caranya berkomunikasi yang baik. Puluhan bahkan ratusan mahasiswa tergabung dalam sebuah organisasi semata untuk berlomba-lomba memiliki kegiatan yang paling banyak.

Tiap tahun setiap Lembaga Kemahasiswaan (LKm) mengalami pergantian kepengurusan, melaksanakan rapat kerja (raker) dan membuat program kerja (proker). Setelah itu diadakan perkumpulan setiap LKm mulai dari Himpunan Mahasiswa jurusan (HMJ) sampai kepada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). LKm bersiap untuk melaksanakan rapat koordinasi (rakor) untuk menyesuaikan jadwal proker setiap lembaga agar tidak ada bentrok pada tanggal kegiatan yang sudah dibentuk dalam proker. 

Amat terstruktur memang yang dilakukan mahasiswa sekarang. Dan setiap LKm menyerahkan rangkaian proker tersebut kepada legislatif kampus yakni Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Selanjutnya DPM kedepanya yang akan mengawasi keberlangsungan setiap proker yang dijalakan LKm.

Kreatifnya mahasiswa sekarang dana dropping yang diberikan oleh kampus kepada setiap LKm tidak dimubazirkan. Dana dropping tersebut yang didalamnya juga adalah uang mahasiswa tidak jadi mengambang statusnya. Karena sudah pasti digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang akan dipersembahkan untuk mahasiswa. 

Tapi, benarkah itu untuk kepentingan mahasiswa banyak? Ataukah semata untuk eksistensi dari sebuah LKm saja? Setiap tahun semua LKm berlomba-lomba memiliki proker yang paling banyak, mulai dari kegiatan seminar hingga hiburan, dan yang penting proker terlaksana, Laporan Pertanggung-jawaban (LPJ) diterima, beres kan? 

Melakukan rapat konsep kegiatan, melaksanakan kegiatan, lalu evaluasi, setelah itu ya sudah, lanjutkan proker berikutnya, dan seterusnyalah begitu. Rasa-rasanya kita perlu merenung sejenak, jangan sampai sebutan agent of change malah mengubahnya menjadi agent of event organizer. Tetapi memang begitulah kenyataanya, meskipun mahasiswa tidak dididik untuk menjadi EO.

Saya tidak sedang mengecam kegiatan lembaga, hanya saja kegiatan mahasiswa haruslah memiliki goals yang jelas, apa sebenarnya yang mau dihasilkan setelah kegiatan-kegiatan tersebut terselenggara? 

Sebelum menyelenggarakan event-event tersebut, marilah berpikir dan bayangkan rakyat-rakyat yang telah lama kita sebagai mahasiswa telah tinggalkan. Tanggung jawab utama sebagai agent of change, banyak rakyat tak berpendidikan membutuhkan uluran tangan mahasiswa. 

Ketika mahasiswa terlalu sibuk memikirkan acara-acaranya, bagaimana agar acaranya laku terjual, memaksimalkan terselenggarakanya kegiatan agar tidak menemui kerugian. Hanya itu yang sibuk dipikirkan oleh mahasiswa. Maka siapa lagi saat ini yang akan menjadi penyambung lidah rakyat terhadap pemerintah, kalau  mahasiswa sibuk dengan kepentinganya masing-masing. Dulu kita mahasiswa penyambung lidah rakyat,  sekarang mahasiswa malah jadi perpanjangan tangan para birokrat. Kami sudah terlenakan oleh eksistensi yang non-substansi.

Resha Harpina, Prodi Hubungan Internasional 2012, FISIP Unpas

Tidak ada komentar