Ada Salah Mindset yang Membuat Indonesia Krisis Budaya
Purwakarta, PP -- Banyaknya piranti kebudayaan yang tidak dikelola dengan baik membuat masyarakat Indonesia mengalami krisis budaya. Kesalahan mindset masyarakat yang menilai budaya luar lebih baik pun, semakin mencerabut nilai budaya terhadap identitas masyarakat. Demikian kata Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, dalam dialog kebudayaan di kantor Pemda Purwakarta, Senin (1/12).
Dikatakan Dedi, masalah Indonesia dalam membangun bangsa saat ini pada tahap yang berat dengan skala global menjadi tantangannya. Karenanya, masyarakat Indonesia khususnya urang Sunda harus bisa bersikap yakin bahwa budaya Sunda mampu maju ke tingkat global.
"Manusia itu mengalami proses regulasi. Ada komunitas yang berhasil membangun regulasinya dengan baik, ada juga yang gagal. Eropa melakukan percepatan regulasi karena Eropa menempatkan rasionalitas di atas segala-galanya. Abad renaisance, revolusi industri kemudian muncul," kata Dedi Mulyadi.
Dedi menambahkan, urang Sunda pun perlu membenahi cara berpikir dalam memajukan budaya di tengah tantangan global. Ia mencontohkan negara Eropa yang dulunya sama seperti Indonesia yang berawal dari banyak kerajaan namun bisa maju kebudayaannya dengan dasar kesadaran pentingnya keutuhan budaya bangsa.
"Eropa melebarkan kebudayaan dengan membangun kebijakan bersifat global. Mereka menyadari pasar dan bahan baku ada di negara berkembang dan karenanya membangun term modernisme kebudayaan. Kolonialisasi tidak lagi pada tahap fisik, melainkan aspek budaya," katanya.
"Urang Sunda berhak global asal mau mengelola piranti kebudayaannya dengan baik dan menjadikannya sumber kebenaran strategis untuk kemudian masuk ke pasar global," tambah Dedi.
Bupati menilai saat ini yang menjadi kesalahan adalah banyak kaum akademis tidak menganggap sumber kebudayaan masa lalu bangsa bukanlah sumber ilmu yang baik. "Kesalahannya kita menganggap sistem ilmu orang lain (asing) adalah paling benar," jelasnya.
Hal tersebut berimplikasi pada watak masyarakat budaya kita yang mulai jauh dari upaya maju. Menurut Dedi, logika terbalik justru terjadi pada Indonesia yang tidak seperti mau meniru strategi maju dari negara-negara maju.
"Watak budaya yang melahirkan kemajuan yaitu watak budaya yang bersendikan kesemestaaan. Itu akan melahirkan kesejahteraan. Kenapa Amerika invasi ke negara lain. Karena mereka berpikir kesemestaannya. Mereka ingin utuh wilayahnya. Tapi Indonesia kebalik. Semuanya malah dikasih," kata Dedi.
Kendati arus kebudayaan luar begitu derasnya masuk ke Indonesia, Dedi mengajak seluruh masyarakat khususnya mahasiswa FISIP Unpas yang hadir dalam dialog, untuk mau melawan arus atau mengelola arus kebudayaan, agar arus tersebut bisa menjadi energi dalam pembangunan.
"Mulai dari sekarang camkan saya urang Sunda orang yg berperdaban tinggi di dunia. Kita harus melakukan kemandirian berpikir. Pembangunan bukan sekedar bongkar muat barang tapi justru nilai," tegas Dedi.
Dalam dialog kebudayaan yang diselenggarakan di aula Pemda Purwakarta, sebanyak 250 mahasiswa FISIP Unpas yang tergabung dari BEM, DPM, BPPM, Himpunan Mahasiswa Jurusan, serta mahasiswa non lembaga, secara antusias hadir menyimak topik yang dibahas. Kehadiran mahasiswa merupakan bentuk undangan Bupati Purwakarta yang sebelumnya tidak jadi mengisi seminar di Unpas beberapa hari sebelumnya. (fjr)
Beri Komentar